Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK: Tingkat Kepatuhan LHKPN DPR Sebesar 22,88 Persen

Kompas.com - 27/03/2019, 17:31 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengungkapkan, tingkat kepatuhan pelaporan harta kekayaan di tingkat DPR RI sebesar 22,88 persen.

Sebanyak 127 dari 428 wajib lapor di DPR sudah mengurus laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN). Data ini merupakan data terkini KPK atau per 27 Maret 2019.

"Meskipun terdapat peningkatan, namun sektor legislatif masih cukup rendah tingkat kepatuhan pelaporan LHKPN, yaitu DPR RI 22, 88 persen, 127 orang sudah lapor, 428 belum lapor," kata Febri dalam keterangan persnya, Rabu (27/3/2019).

Baca juga: DPR dan DPRD Instansi yang Paling Banyak Belum Serahkan LHKPN ke KPK

Febri pernah mengatakan, KPK akan mengumumkan nama anggota legislatif di tingkat MPR, DPR, DPD dan DPRD yang sudah mengurus LHKPN. Pengumuman akan dilakukan pada awal April 2019.

"Mulai April 2019 KPK berencana mengumumkan nama-nama seluruh anggota DPR MPR, DPD dan DPRD yang telah melaporkan kekayaannya, jadi nama mereka akan diumumkan di website KPK," kata Febri.

Menurut Febri, KPK ingin mendukung pemberian informasi kepada masyarakat dalam menghadapi Pemilu 2019.

Sebab, sebagian besar dari anggota legislatif yang saat ini menjabat akan mencalonkan diri kembali.

"Sebagai bagian dari upaya kami untuk mendukung dan memberikan informasi kepada masyarakat untuk bisa memilih calon pemimpin mereka dengan baik apakah itu dalam pemilu presiden atau dalam pemilu legislatif nanti," kata Febri.

Baca juga: Tingkat Kepatuhan LHKPN Rendah, KPK Terjunkan Tim ke DPRD DKI Jakarta

Hal itu agar masyarakat bisa memilih dan menentukan calon pemimpinnya berdasarkan rekam jejak yang baik serta komitmennya dalam antikorupsi.

Febri menjelaskan, untuk meningkatkan kepatuhan pelaporan, KPK akan menambah jumlah petugas di loket-loket LHKPN. Hal itu guna mendorong percepatan kepatuhan jelang batas akhir pelaporan 31 Maret nanti.

"KPK menambah pegawai yang bertugas di loket-loket LHKPN. Kami harap hal ini dapat membantu para penyelenggara negara untuk melaporkan kekayaannya segera sebelum batas waktu," ujar Febri.

Kompas TV Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus mengembangkan penyelidikan kasus jual beli jabatan di Kementerian Agama. Hari ini KPK memanggil tokoh Partai Persatuan Pembangunan atau PPP sebagai saksi untuk tersangka mantan Ketua PPP Romahurmuziy. #Romahurmurziy #ppp #OTTKPK
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com