Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masih Jadi Kontroversi, Ini 4 Pertanyaan Seputar Supersemar...

Kompas.com - 11/03/2019, 19:04 WIB
Aswab Nanda Pratama,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Surat Perintah 11 Maret 1966 atau Supersemar merupakan salah satu kontroversi terbesar dalam sejarah Indonesia. 

Bermodalkan Supersemar, Soeharto yang saat itu menjabat Menteri/Panglima Angkatan Darat mendapat mandat dari Presiden Soekarno untuk memulihkan keadaan pasca-Gerakan 30 September yang selama ini dikaitkan dengan Partai Komunis Indonesia.

Namun, secara perlahan Soeharto melakukan sejumlah langkah strategis yang membuat dia mengambil alih kepemimpinan nasional.

Adapun, kontroversi terbesar adalah saat ini tidak ada yang tahu di mana keberadaan Supersemar. Salinan terkait kepemimpinan nasional itu hingga saat ini tak terlacak, meskipun peristiwa penyerahan Supersemar dapat dibilang memiliki bukti sejarah yang kuat.

 

Setelah 53 tahun surat mandat itu dirilis, berikut sejumlah fakta terkait Supersemar. Kompas.com berupaya menghadirkannya dalam bentuk pertanyaan, dengan harapan tetap memicu upaya pengungkapan misteri yang menyelubunginya.

1. Supersemar jadi alat kudeta?

Supersemar tak hanya akronim dari Surat Perintah 11 Maret 1966. Surat ini dapat dibilang sebagai "mandat" yang diberikan Presiden Soekarno kepada Letjen Soeharto, selaku Menteri/Panglima Angkatan Darat.

Dalam naskah Supersemar, disebut bahwa Soeharto dapat mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengawal jalannya pemerintahan ketika itu. Setelah kondisi pulih, Soekarno berharap mandat itu dikembalikan.

Namun, Soeharto kemudian melakukan sejumlah langkah strategis yang dianggap merugikan Soekarno. Dilansir dari dokumentasi Harian Kompas, langkah itu antara lain menangkap 15 menteri loyalis Soekarno.

Selain itu, Soeharto tanpa persetujuan Soekarno juga melakukan pembubaran PKI yang kemudian dianggap sebagai organisasi terlarang. The Smiling General itu juga membubarkan Tjakrabirawa selaku pasukan pengaman presiden, serta berupaya mengontrol media.

Baca juga: Aksi Soeharto Berbekal Supersemar, dari Bubarkan PKI hingga Kontrol Media

Langkah Soeharto itu disesali Soekarno, yang menganggap telah melampaui wewenang pengemban Supersemar.

Presiden Soekarno membantah bahwa Supersemar adalah alat untuk transfer kekuasaan kepada Soeharto. Hal ini disampaikan Soekarno dalam pidato yang disampaikan saat peringatan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1966.

"Dikiranya SP 11 Maret itu suatu transfer of authority, padahal tidak," kata Soekarno dalam pidato berjudul "Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah" atau lebih dikenal dengan sebutan "Jasmerah".

Sejarawan Asvi Warman Adam pun menilai bahwa Supersemar menjadi alat bagi Soeharto untuk melakukan "kudeta merangkak".

Soeharto sendiri sudah membantah mengenai tuduhan kudeta. Dikutip dari arsip Harian Kompas, Soeharto yang saat itu menjabat presiden mengatakan bahwa Supersemar hanya digunakan untuk "membubarkan PKI dan menegakkan kembali wibawa pemerintahan".

"Saya, kata Presiden Soeharto, tidak pernah menganggap Surat Perintah 11 Maret sebagai tujuan untuk memperoleh kekuasaan mutlak. Surat Perintah 11 Maret juga bukan merupakan alat untuk mengadakan kup terselubung," demikian kutipan di Harian Kompas terbitan 11 Maret 1971.

Baca juga: Supersemar, Surat Kuasa atau Alat Kudeta?

2. Siapa saja terlibat?

Menteri Perindustrian, Letjen TNI M. Jusuf (kiri) dan Menteri Dalam Negeri Letjen TNI Amir Machmud (kanan) keduanya Tokoh Supersemar disamping Almarhum Letjen TNI Basuki Rachmat, tampak terlibat dalam suatu pembicaraan serius. Gambar ini diambil di ruang tunggu (VIP room) L.U. Kemayoran Kamis pagi 10 Maret 1977 sesaat sebelum kedua pejabat tersebut meninggalkan Jakarta untuk mengadakan kunjungan kerja ke daerah. menteri Jusuf pada hari itu akan ke Padang untuk meresmikan perluasan Pabrik Semen Indarung II sedang Menteri Amir Machmud akan ke Irian Jaya untuk mengadakan serangkaian kunjungan kerja di daerah tersebut.KOMPAS Menteri Perindustrian, Letjen TNI M. Jusuf (kiri) dan Menteri Dalam Negeri Letjen TNI Amir Machmud (kanan) keduanya Tokoh Supersemar disamping Almarhum Letjen TNI Basuki Rachmat, tampak terlibat dalam suatu pembicaraan serius. Gambar ini diambil di ruang tunggu (VIP room) L.U. Kemayoran Kamis pagi 10 Maret 1977 sesaat sebelum kedua pejabat tersebut meninggalkan Jakarta untuk mengadakan kunjungan kerja ke daerah. menteri Jusuf pada hari itu akan ke Padang untuk meresmikan perluasan Pabrik Semen Indarung II sedang Menteri Amir Machmud akan ke Irian Jaya untuk mengadakan serangkaian kunjungan kerja di daerah tersebut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Nasional
Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Nasional
Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak 'Heatwave'

Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak "Heatwave"

Nasional
Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar Tapi dari Bawah

Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar Tapi dari Bawah

Nasional
Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Nasional
Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Nasional
BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

Nasional
Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Nasional
Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Nasional
PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

Nasional
Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Nasional
Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com