Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wawancara Kepala Arsip Nasional: Kami Terus Mencari Supersemar

Kompas.com - 12/03/2016, 10:10 WIB
Bayu Galih

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Keberadaan Surat Perintah 11 Maret hingga kini bisa dibilang misterius. Tidak ada yang tahu di mana surat yang diserahkan Presiden Soekarno untuk Letjen Soeharto itu disimpan.

Hal ini tentu menjadi perhatian Arsip Nasional RI, lembaga yang bertugas melestarikan dokumen kenegaraan. Apalagi, Supersemar punya arti penting untuk menjelaskan transisi kekuasaan dari era Soekarno ke Soeharto.

Kepala ANRI Mustari Irawan menyatakan, ada tiga arti penting jika Supersemar ditemukan. Pertama, Supersemar bisa menjelaskan mengenai bentuk fisik dokumen. Kedua, publik dapat mengetahui tentang isi di dalamnya.

Hal ketiga, yang dirasa sangat penting untuk mengakhiri polemik, Supersemar bisa menjelaskan mengenai konteks. Ini sangat diperlukan dalam melakukan interpretasi.

Saat ditemui di kantornya, Kamis (10/3/2016). Mustari juga menjelaskan mengenai upaya apa saja yang telah dilakukan ANRI dalam melacak Supersemar.

Kepada wartawan Kompas.com, Bayu Galih dan Fabian Januarius Kuwado, berikut penuturan Mustari dalam bagian kedua dari dua tulisan:

Ada sejumlah versi soal naskah Supersemar. Dari segi isi, ada yang menyebut naskah asli dibakar. ANRI sudah telusuri kemungkinan itu?

Kami belum tahu kalau ada yang dibakar, belum dapat informasi. Karena yang kami lakukan selama ini kan lebih sistematis. Saat mendapat informasi dari seseorang misalnya, kami kejar, kami wawancarai.

Banyak sekali yang kami wawancarai, ada anggota dewan, bahkan Ketua DPR Akbar Tandjung kami wawancarai juga. Angkatan 66, ajudan yang dekat dengan Bung Karno, termasuk Maulwi Saelan, juga Sidarto Danusubroto, bahkan anak presiden juga, Ibu Sukmawati. Rata-rata mereka tidak tahu (soal Supersemar).

Kemarin ada isu lagi. Katanya Pak Moerdiono yang simpan, dikasih ke anak laki-lakinya. Kebetulan saya kenal Ninuk Pambudi, anaknya, katanya enggak tahu juga. Sampai sekarang kami belum tahu ada di mana. Cuma memang banyak isu saja.

Informasi yang paling baru?

Itu yang Pak Moerdiono. 2015, tahun lalu. Kebetulan saya dapat informasi dan saya memang tidak ketemu langsung Ninuk (putri Moerdiono, Ninuk Pambudy), saya kirim WA dan dijawab. Tapi secara fisik yang terbaru yang itu (yang diserahkan Yayasan Kebangsaan). Tapi dari penelitian secara ilmiah, patut diduga bukan yang asli.

Secara isi, ada perbedaan dari tiga versi yang disimpan ANRI?

Tidak ada. Intinya kan dua, yang pertama memberikan instruksi kepada Presiden Soeharto waktu itu sebagai Menteri Panglima AD untuk melakukan pengamanan dan menjaga stabilitas pemerintahan dan jalannya revolusi. Kedua, untuk menjaga keamanan, keselamatan, dan kewibawaan presiden sebagai panglima tertinggi.

Memang banyak analisis kalau dilihat. Tapi mengapa jadi sangat penting sekali, kalau bisa temukan yang asli, kalau dari segi kearsipan itu otentik dan reliable, utuh. Kalau dua lembar, ya dua lembar. Kalau otentik, ketika dijadikan dasar hukum bisa sah. Kalau tidak, itu bisa jadi tidak sah. Di poin-poin yang dua ini jelas sekali.

Mengapa kami tetap percaya Supersemar ada, meski sebagian ada yang menafikan bahwa itu cuma rekayasa saja. Karena Presiden Soekarno ketika pidato 17 Agustus 1966 dan itu ada arsipnya di kami, itu disebutkan bahwa Supersemar itu bukan "transfer of authority". Tapi suatu perintah untuk mengamankan situasi dan keamanan negara. Jadi kami yakin itu ada.

Kedua kami juga wawancarai Moerdiono, dia katakan itu ada, dia lihat. Kami pastikan juga dengan melihat otobiografi Pak Soedharmono, yang mengatakan itu ada.

Moerdiono waktu itu masih bawahan Pak Soedharmono. Jadi kami dapat keyakinan itu memang ada. Cuma sekarang ada di mana, saya juga belum tahu. Kami terus mencari.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com