Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bahaya dan Ancaman Buruk di Balik Perkawinan Anak

Kompas.com - 08/03/2019, 18:04 WIB
Abba Gabrillin,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pemerdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak terus melakukan sosialisasi di berbagai daerah untuk menghentikan perkawinan anak.

Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian PPPA Lenny N Rosalin mengatakan, ada bahaya dan ancaman di balik perkawinan anak.

"Perkawinan anak menimbulkan pelanggaran terhadap hak anak. Maka perkawinan anak sama saja dengan pelanggaran hak asasi manusia," ujar Lenny dalam diskusi diskusi di Kantor Kementerian PPPA, Jakarta, Jumat (8/3/2019).

Pertama, menurut Lenny, perkawinan anak menghambat capaian indeks pembangunan manusia di Indonesia.

Baca juga: Yogyakarta Provinsi dengan Tingkat Perkawinan Anak Paling Rendah

Fenomena perkawinan anak juga menghambat Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) yang merupakan target pembangunan.

Ada beberapa hal yang tercakup dalam target pembangunan yang dirusak oleh perkawinan anak. Pertama, memutus pendidikan bagi anak.

Anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun terpaksa dikeluarkan dari sekolah karena menikah. Anak-anak tersebut gagal menunaikan wajib belajar 12 tahun.

Akibatnya, pertumbuhan pola pikir dan kemampuan pengetahuan anak menjadi tidak sempurna.

Berikutnya, dalam bidang kesehatan. Menurut Lenny, perkawinan anak semakin meningkatkan terjadinya kasus gizi buruk dan malnutrisi.

"Yang seharusnya gizi untuk ibu yang masih masa pertumbuhan, harus dibagi oleh anaknya di kandungan. Akibatnya, perkembangan otak ibu dan anaknya jadi tidak sempurna," kata Lenny.

Baca juga: DPR Diminta Segera Revisi UU Perkawinan untuk Hentikan Perkawinan Anak

Selain itu, perkawinan anak juga berisiko menaikkan angka kematian ibu yang melahirkan. Kemudian, perkawinan anak juga berdampak pada sisi ekonomi.

Perkawinan anak yang oleh sebagian orang dinilai untuk membantu perekonomian keluarga, justru semakin menambah angka kemiskinan.

Menurut Lenny, banyak anak menjadi buruh atau pekerja kasar. Hal itu akibat rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan yang dikuasai anak yang menikah.

"Akibatnya banyak anak yang dipekerjakan dan dibayar dengan upah rendah," kata Lenny.

Tak hanya itu, menurut Lenny, perkawinan anak juga seringkali menyebabkan kasus kekerasan terhadap anak.

Salah satu solusi untuk mencegah perkawinan anak adalah dengan merevisi batas umur anak sebagai syarat menikah yang diatur Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi menilai Pasal 7 ayat 1 UU tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan UU Perlindungan Anak.

Dalam UU Perlindungan Anak menyebutkan bahwa anak-anak adalah mereka yang berusia di bawah 18 tahun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com