Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian PPPA Lenny N Rosalin mengatakan, ada bahaya dan ancaman di balik perkawinan anak.
"Perkawinan anak menimbulkan pelanggaran terhadap hak anak. Maka perkawinan anak sama saja dengan pelanggaran hak asasi manusia," ujar Lenny dalam diskusi diskusi di Kantor Kementerian PPPA, Jakarta, Jumat (8/3/2019).
Pertama, menurut Lenny, perkawinan anak menghambat capaian indeks pembangunan manusia di Indonesia.
Fenomena perkawinan anak juga menghambat Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) yang merupakan target pembangunan.
Ada beberapa hal yang tercakup dalam target pembangunan yang dirusak oleh perkawinan anak. Pertama, memutus pendidikan bagi anak.
Anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun terpaksa dikeluarkan dari sekolah karena menikah. Anak-anak tersebut gagal menunaikan wajib belajar 12 tahun.
Akibatnya, pertumbuhan pola pikir dan kemampuan pengetahuan anak menjadi tidak sempurna.
Berikutnya, dalam bidang kesehatan. Menurut Lenny, perkawinan anak semakin meningkatkan terjadinya kasus gizi buruk dan malnutrisi.
"Yang seharusnya gizi untuk ibu yang masih masa pertumbuhan, harus dibagi oleh anaknya di kandungan. Akibatnya, perkembangan otak ibu dan anaknya jadi tidak sempurna," kata Lenny.
Selain itu, perkawinan anak juga berisiko menaikkan angka kematian ibu yang melahirkan. Kemudian, perkawinan anak juga berdampak pada sisi ekonomi.
Perkawinan anak yang oleh sebagian orang dinilai untuk membantu perekonomian keluarga, justru semakin menambah angka kemiskinan.
Menurut Lenny, banyak anak menjadi buruh atau pekerja kasar. Hal itu akibat rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan yang dikuasai anak yang menikah.
"Akibatnya banyak anak yang dipekerjakan dan dibayar dengan upah rendah," kata Lenny.
Tak hanya itu, menurut Lenny, perkawinan anak juga seringkali menyebabkan kasus kekerasan terhadap anak.
Salah satu solusi untuk mencegah perkawinan anak adalah dengan merevisi batas umur anak sebagai syarat menikah yang diatur Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi menilai Pasal 7 ayat 1 UU tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan UU Perlindungan Anak.
Dalam UU Perlindungan Anak menyebutkan bahwa anak-anak adalah mereka yang berusia di bawah 18 tahun.
https://nasional.kompas.com/read/2019/03/08/18045831/bahaya-dan-ancaman-buruk-di-balik-perkawinan-anak