Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICJR dan LBH: Penangkapan Robertus Robet Ancaman Serius terhadap Kebebasan Berekspresi

Kompas.com - 07/03/2019, 13:06 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) menilai, penangkapan yang dilakukan pihak kepolisian terhadap dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Robertus Robet, merupakan ancaman serius terhadap kebebasan berekspresi.

Peneliti ICJR Sustira Dirga mengatakan, kebebasan berekspresi merupakan hak asasi manusia (HAM) yang dijamin UUD 1945 Amandemen ke II, yaitu dalam Pasal 28 E ayat (2).

Sementara, Pasal 28 E ayat (3) secara eksplisit menjamin kebebasan mengeluarkan pendapat.

Pasal 22 ayat (3) UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM secara lebih dalam mengatur tentang kebebasan berekpresi yang secara internasional juga dijamin Pasal 19 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU Nomor 12 tahun 2005.

Baca juga: Klarifikasi Lengkap Robertus Robet soal Nyanyiannya dalam Aksi Kamisan yang Kini Diperkarakan

"Apa yang dilakukan Robertus Robet telah secara tegas didukung oleh konstitusi, pengekangan terhadap hak itu adalah pelanggaran hukum serius serta mencederai amanat konstitusi," kata Sustira Dirga melalui keterangan tertulis, Kamis (7/3/2019).

Baik ICJR maupun LBH menilai, penjeratan Robertus Robet dengan Pasal 28 ayat 2 UU ITE terkait ujaran kebencian sangat tidak masuk akal.

Menurut kedua lembaga ini, Robet menyanyikan lagu yang dipersoalkan dalam Aksi Kamisan pada 28 Februari 2019, bukan melalui media elektronik.

Secara subtansi, rumusan Pasal 28 ayat 2 UU ITE memiliki kesamaan norma dengan rumusan dalam KUHP, khususnya tentang tindak pidana ujaran kebencian, sebagaimana tercantum dalam Pasal 156 KUHP.

Kedua aturan itu memiliki syarat kuat bahwa perbuatan ujaran kebencian itu harus bersifat propaganda dan penghasutan, bukan sekadar “penghinaan” atau “tuduhan”.

Baca juga: Kronologi Penangkapan Aktivis HAM Robertus Robet...

Baik UU ITE maupun KUHP mendasarkan pidana ini pada perbuatan berbasis SARA dan atau golongan dalam masyarakat.

Sementara, pejabat pemerintah maupun lembaga negara tidak masuk dalam kategori ini.

"Pemaksaan penggunaan pasal ini adalah upaya kriminalisasi pada Robertus Robet," ujar Sustira.

Ia menilai, menjerat Robertus Robet dengan pasal tentang berita bohong atau Pasal 14 ayat 2 dan Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana tidak tepat.

Pasal 14 ayat 2 dan Pasal 15 berisi tentang pidana menyiarkan berita dan pemberitaan bohong, mempidana perbuatan dengan 3 unsur penting, yaitu harus ada berita dan pemberitaan di mana ujaran itu harus memiliki informasi di dalamnya, kedua, ada unsur keonaran di masyarakat, ketiga, patut menduga bahwa berita dan atau pemberitaan itu bohong.

Baca juga: PSI Minta Polisi Bebaskan Robertus Robet dari Segala Tuduhan Pidana

"Keonaran masyarakat" dalam penjelasan pasal itu adalah lebih hebat daripada kegelisahan dan menggoncangkan hati penduduk yang tidak sedikit jumlahnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com