Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Kembali Ingatkan Korporasi Jauhi Praktik Korupsi

Kompas.com - 04/03/2019, 10:18 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Korporasi kembali terjerat dalam kasus korupsi. Kali ini, PT Merial Esa ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK pun membekukan rekening PT ME yang berisi uang Rp 60 miliar.

Perusahaan tersebut diduga menyuap mantan anggota Komisi I DPR Fayakhun Andriadi sebesar 911.480 dollar Amerika Serikat secara bertahap.

PT Merial Esa menjadi korporasi kelima yang pernah dijerat KPK. KPK sudah memproses tiga korporasi dalan kasus korupsi dan satu korporasi dalam kasus pencucian uang.

Baca juga: Pengembangan Kasus Bakamla, KPK Tetapkan PT Merial Esa sebagai Tersangka

"Hal ini kami harap juga menjadi pembelajaran bagi korporasi lain. Karena jika korporasi diproses, baik dalam kasus suap ataupun kerugian keuangan negara, maka KPK akan memproses keuntungan yang didapatkan akibat tindak pidana tersebut," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangan tertulis, Senin (4/3/2019).

Febri kembali mengingatkan agar korporasi di Indonesia membangun sistem pencegahan korupsi dan memastikan tidak memberikan suap untuk mengurus anggaran, memenangkan tender ataupun memperoleh perizinan tertentu.

Ia pernah memaparkan, sebagian besar negara di dunia sudah sepakat untuk menindak korporasi-korporasi yang terindikasi terlibat dalam kejahatan korupsi.

Sebab, kata Febri, banyak fakta-fakta di dunia yang menunjukkan kejahatan korupsi tak hanya dilakukan oleh perseorangan, melainkan juga korporasi.

Oleh karena itu, penguatan sistem pengendalian internal korporasi dinilai penting untuk menciptakan iklim usaha yang sehat.

"Karena ada korporasi yang mendapatkan proyek, misalnya, dengan memberikan suap, sementara ada korporasi yang tidak memberikan suap. Maka itu (menciptakan) persaingan yang tidak sehat," kata dia.

Baca juga: Perjalanan Kasus Bakamla, dari OTT KPK hingga Dijeratnya Korporasi

KPK juga mengingatkan, apabila korporasi terjerat dalam kejahatan korupsi, masyarakat yang menggunakan layanan barang atau jasa dari korporasi akan menjadi pihak yang paling dirugikan.

"Kalau korporasi memberikan suap, misalnya, yang dirugikan akhirnya masyarakat. Masyarakat harus membayar jauh lebih mahal produk tersebut karena ada biaya suap di situ," kata dia.

"Jadi ada faktor yang kita lihat bahwa proses korporasi baik dari aspek penindakan dan pencegahan itu sangat krusial," lanjutnya.

Kompas TV Sidang kasus suap perizinan mantan Kalapas Sukamiskin, Wahid Husein, di Bandung, Jawa Barat,mengungkap adanya bilik asmara pribadi di lapas khusus koruptor.<br /> <br /> Berdasarkan dakwaan yang dibacakan jaksa, bilik asmarainiadalah milik terpidana kasus Bakamla, yakni suamiselebritasInneke Kosherawati, Fahmi Darmansyah.<br /> <br /> Bilikitu dibuat oleh Fahmi agar dapat digunakan saat mendapat kunjungan dari istrinya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian II-Habis)

Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian II-Habis)

Nasional
[POPULER NASIONAL] Titik Temu Mewujudkan Koalisi PKS dan PDI-P di Jakarta | KPK Benarkan Bansos Presiden yang Diduga Dikorupsi Dibagikan Jokowi

[POPULER NASIONAL] Titik Temu Mewujudkan Koalisi PKS dan PDI-P di Jakarta | KPK Benarkan Bansos Presiden yang Diduga Dikorupsi Dibagikan Jokowi

Nasional
Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian I)

Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian I)

Nasional
Tanggal 1 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 1 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Antisipasi Serangan Siber, Imigrasi Siapkan Sistem 'Back Up' Data Cepat

Antisipasi Serangan Siber, Imigrasi Siapkan Sistem "Back Up" Data Cepat

Nasional
Puncak Hari Bhayangkara Digelar 1 Juli 2024 di Monas, Jokowi dan Prabowo Diundang

Puncak Hari Bhayangkara Digelar 1 Juli 2024 di Monas, Jokowi dan Prabowo Diundang

Nasional
4 Bandar Judi 'Online' Terdeteksi, Kapolri: Saya Sudah Perintahkan Usut Tuntas

4 Bandar Judi "Online" Terdeteksi, Kapolri: Saya Sudah Perintahkan Usut Tuntas

Nasional
Usai Bertemu Jokowi, MenPAN-RB Sebut Jumlah Kementerian Disesuaikan Kebutuhan Prabowo

Usai Bertemu Jokowi, MenPAN-RB Sebut Jumlah Kementerian Disesuaikan Kebutuhan Prabowo

Nasional
Imigrasi Ancam Deportasi 103 WNA yang Ditangkap karena Kejahatan Siber di Bali

Imigrasi Ancam Deportasi 103 WNA yang Ditangkap karena Kejahatan Siber di Bali

Nasional
Imigrasi Akui Sudah Surati Kominfo untuk 'Back Up' Data Sejak April, tapi Tak Direspons

Imigrasi Akui Sudah Surati Kominfo untuk "Back Up" Data Sejak April, tapi Tak Direspons

Nasional
Disebut Tamak, SYL Klaim Selalu Minta Anak Buah Ikuti Aturan

Disebut Tamak, SYL Klaim Selalu Minta Anak Buah Ikuti Aturan

Nasional
Bantah Hasto Menghilang Usai Diperiksa KPK, Adian Pastikan Masih Berada di Jakarta

Bantah Hasto Menghilang Usai Diperiksa KPK, Adian Pastikan Masih Berada di Jakarta

Nasional
Dirjen Imigrasi Enggan Salahkan Siapapun Soal Peretasan: Sesama Bus Kota Enggak Boleh Saling Menyalip

Dirjen Imigrasi Enggan Salahkan Siapapun Soal Peretasan: Sesama Bus Kota Enggak Boleh Saling Menyalip

Nasional
Adian Sebut PDI-P Siap jika Jokowi 'Cawe-cawe' di Pilkada 2024

Adian Sebut PDI-P Siap jika Jokowi "Cawe-cawe" di Pilkada 2024

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Kembalikan Uang Rp 600 Juta

KPK Sebut Keluarga SYL Kembalikan Uang Rp 600 Juta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com