Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemendagri Diharap Percepat Perekaman dan Penyerahan E-KTP bagi Pemilih Pemilu 2019

Kompas.com - 03/03/2019, 13:01 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) Erik Kurniawan berharap Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bisa menuntaskan perekaman dan penyerahan kartu tanda penduduk elektronik (E-KTP) kepada para pemilih Pemilu 2019.

"Masih ada penduduk yang kami identifikasi yang memenuhi syarat untuk memilih tapi belum dapat. Sehingga Kemendagri sebagai stakeholder bisa dikasih KTP-nya supaya pada tanggal 17 April nanti para wargar negara Indonesia itu bisa menggunakan hak pilihnya di TPS," kata Erik dalam diskusi bertajuk 'Menyelamatkan Suara Pemilih' di Bawaslu RI, Jakarta, Minggu (3/3/2019).

Erik menyoroti sejumlah pihak yang perlu diperhatikan terkait kepemilikan E-KTP, seperti warga yang menginjak usia 17 tahun saat pencoblosan, masyarakat adat hingga warga yang tinggal di pelosok.

Baca juga: Perludem: Isu E-KTP WNA Mudah Digoreng

"Masyarakat adat, masyarakat yang tinggal di pelosok yang memang sampai saat ini mereka kesulitan punya e-KTP," kata dia.

Erik mengingatkan, prinsip utama demoraksi adalah partisipasi. Pemilih merupakan aktor penting dalam membangun kualitas demokrasi elektoral. Sehingga, sudah sepatutnya Kemendagri mendukung pelaksanaan prinsip tersebut.

"Prinsip utama dalam demokrasi itu kan partisipasi, partisipasi kan syaratnya pemilih, pemilih jadi satu aktor paling penting dalam demokrasi elektoral karena dia yang nantinya memberi nyawa pada demokrasi itu sendiri," kata Erik.

Sebelumnya Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Kemendagri) Zudan Arif Fakrulloh mengungkapkan, masih ada sekitar 5,38 juta warga Indonesia yang belum melakukan perekaman. Adapun perekaman E-KTP secara nasional baru mencapai 97,21 persen.

"Kita tetap membutuhkan proaktif masyarakat lebih tinggi. Kedua, semua warga negara yang ingin memiliki KTP elektronik harus segera merapat dalam rangka pelayanan ini (perekaman E-KTP)," kata Zudan di kantor Dirjen Dukcapil, Jakarta, Minggu (20/1/2019).

Zudan juga mengungkapkan, Dirjen Dukcapil juga berupaya mempersingkat pencetakan dan pembagian E-KTP kepada warga yang sudah melakukan perekaman.

"Tugas kita adalah mendata siapapun warga negara yang memenuhi syarat berumur 17 tahun ke atas atau pernah menikah kita rekam kita buatkan KTP elektroniknya. Hasil evaluasi kita 60 sampai 70 persen perekaman sudah bisa dicetak 30 menit sampai 1 jam," kata dia.

Baca juga: Mendagri Sebut Isu E-KTP WNA Sengaja Dihembuskan Jelang Pemilu

"Oleh karena itu kita harapkan, masyarakat yang belum melakukan perekaman diharapkan segera," sambung Zudan.

Ia juga mengimbau kepada pemerintah daerah yang masih kesulitan dalam perekaman E-KTP, agar segera berkoordinasi dengan Kemendagri.

"Di daerah yang tidak selesai dalam waktu satu minggu, supaya melapor ke pusat, kita akan bantu dan kita kerja sama dengan BUMN untuk melakukan percepatan pencetakan. Jadi kita sehari bisa mencetak sampai 200.000 keping," ungkap Zudan.

Kompas TV Kementerian Dalam Negeri memastikan pelayanan pembuatan KTP elektronik untuk WNA masih tetap berjalan. Lantaran, pemberian KTP elektronik untuk WNA sudah diatur dalam undang-undang. Sekretaris Ditjen Dukcapil menyatakan, meskipun pelayanan KTP elektronik untuk WNA masih berlangsung, pencetakannya baru akan dilakukan setelah 18 April. Hal ini untuk mengantisipasi kecurangan dalam pemilu mendatang. Dari data yang ada, saat ini ada seribu 600 WNA yang memiliki KTP elektronik. Sementara itu,Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyarankan KPU dan Bawaslu serta Kemendagri untuk memastikan data WNA yang punya ktp elektronik, tidak masuk DPT.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com