JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo terus mengulang cerita pertemuannya dengan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani beserta ibu negara Rula Ghani dalam beberapa kesempatan.
Terakhir, Jokowi mengisahkannya di depan 8.000-an peserta Musyawarah Nasional Alim Ulama serta Konferensi Besar Nahdlatul Ulama di Kota Banjar, Rabu (27/2/2019).
Pertemuan Jokowi dengan dengan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani beserta ibu negara Rula Ghani berlangsung pada akhir 2018.
"Apa yang Beliau ceritakan? 'Presiden Jokowi, 40 tahun lalu negara kami tenteram'" ujar Jokowi menceritakan kembali percakapannya dengan Rula Ghani.
Dengan kekayaan sumber daya alam emas serta minyak dan gas yang melimpah, masyarakat Afghanistan kala itu hidup sejahtera.
Baca juga: Jokowi: NU Terdepan Mencegah Siapapun yang Ingin Mengganti Dasar Negara...
Para wanita dapat menyetir dari satu kota ke kota lain di Afghanistan tanpa gangguan. Anak- anak juga dapat menikmati pendidikan dengan baik.
"Problem dimulai ketika dua suku bertikai. Di sana ada 7 suku. Suku yang satu bawa teman dari luar. Suku yang satu juga bawa kawan dari luar. Akhirnya konflik sampai sekarang tidak selesai-selesai," ujar Jokowi.
Pertikaian antarsuku itu, kata Jokowi, menuai cerita pedih. Khususnya, bagi perempuan dan anak- anak yang ruang geraknya menjadi terbatas dan dihantui konflik.
Jokowi mengatakan, Indonesia terlibat dalam rekonsiliasi kelompok-kelompok yang bertikai di Afghanistan.
"Tapi sudah ada lebih dari 9 kali pertemuan, tetap sangat sulit. Yang satu mau ini, yang satunya enggak mau. Muter-muter di situ terus," ujar Jokowi.
Presiden Jokowi ingin Indonesia belajar dari pengalaman kelam Afghanistan tersebut.
Baca juga: Presiden Jokowi Resmikan Terminal Bandara Wiriadinata Tasikmalaya
Penduduk Indonesia kini berjumlah sekitar 260 juta. Ratusan juta ini terdiri dari 714 suku yang tersebar di 34 provinsi yang di dalamnya terdapat 514 kota/ kabupaten.
Bahasa lokal di Indonesia ada lebih dari 1.100. Belum lagi perbedaan agama, tradisi dan adat istiadat.
"Oleh sebab itu, hati-hati. Jangan sampai ada konflik sekecil apa pun. Itu juga pesan dari Ibu Rula Ghani. Kata Beliau, cepat selesaikan kembali kalau ada konflik sekecil apa pun, rukunkan kembali. Beliau sampaikan itu sambil menitikkan air mata," kenang Jokowi.
Melihat kondisi di tahun politik ini, Jokowi mengaku cukup was-was. Ia prihatin karena ada yang hanya gara-gara berbeda pilihan politik, bertengkar, tidak saling sapa, saling mencaci dan lain sebagainya.
"Kita tidak seperti saudara sebangsa setanah air," ujar Jokowi.
Oleh karena itu, Presiden mengajak seluruh rakyat Indonesia menjaga ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah basariyah.
Organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU), sepakat dengan pernyataan Presiden Jokowi.
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar NU Helmy Faishal Zaini mengatakan, PBNU tengah meneguhkan kembali Islam Nusantara di masyarakat Indonesia.
"Kita ingin meluruskan konteks beragama dan bernegara bahwa kita adalah orang Indonesia yang beragama Islam. Artinya orang Islam yang berbudaya nusantara. Bukan orang Islam Indonesia yang berbudaya Arab,” ujar Helmy ketika ditemui di Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar NU 2019 di Kota Banjar, Rabu.
Peneguhan Islam Nusantara yang tetap berpijak dari syariat dinilai sangat penting dikemukakan kembali di ruang publik.
Menurut PBNU, saat ini terjadi fenomena di kalangan umat Islam, yakni politisasi Islam dengan menggunakan simbol-simbol Arab.
“Kemudian itu melahirkan suatu pemikiran yang menyebabkan pertentangan antara Islam dengan budaya Indonesia sendiri. Misalnya, tradisi tahlilan dianggap bidah,” ujar Helmy.
“Nah, Islam Nusantara ini adalah mengenai bagaimana kita umat Islam meletakkan Islam dengan nasionalisme itu secara harmoni. Tidak dihadap-hadapkan atau dipertentangkan,” lanjut dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.