Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejumlah Kasus Terkait Pemilu 2019, dari Kampanye Hitam hingga Pose Jari

Kompas.com - 26/02/2019, 13:59 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

Iklan bioskop bendungan Jokowi

Pada medio awal September 2018, pengunjung sejumlah bioskop di Tanah Air mempertanyakan iklan capaian pembangunan masa pemerintahan Jokowi-JK di layar bioskop.

Iklan itu dibuat oleh Kemenkominfo, berisi catatan kinerja pemerintah selama beberapa tahun terakhir, misalnya pembangunan bendungan yang berhasil mengairi lahan pertanian.

Banyak pihak yang menyebut iklan ini sebagai bentuk iklan yang mengampanyekan sosok Jokowi sebagai capres.

Namun, menurut Bawaslu, saat pemutaran iklan ini belum ada penetapan calon dan belum masuk masa kampanye. Iklan ini tidak dianggap sebagai bentuk kampanye, karena belum adanya calon, apalagi masa kampanye.

Baca juga: Komisioner Bawaslu Nilai Iklan Bendungan Jokowi di Bioskop Bukan Kampanye

Iklan kampanye Prabowo di luar jadwal

Prabowo-Sandiaga dilaporkan ke Bawaslu oleh seorang warga sipil yang tergabung dalam Kantor Bantuan Hukum-Kebangkitan Indonesia Baru (KBH-KIB) atas tudingan iklan kampanye media massa di luar jadwal.

Di sejumlah televisi, ditayangkan iklan pidato kebangsaan Prabowo pada 14 Januari 2019. Sementara, masa kampanye melalui media massa baru boleh dilakukan pada 24 Maret-13 April 2019.

Belum ada putusan atas laporan ini.

Baca juga: Prabowo-Sandiaga Dilaporkan ke Bawaslu atas Dugaan Kampanye di Luar Jadwal

Pose 1 Jari Luhut dan Sri Mulyani 

Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim (kiri), Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde (kedua kiri), Ketua Panitia IMF-Bank Dunia 2018 Luhut Binsar Pandjaitan (tengah), Menteri Keuangan Sri Mulyani (kedua kanan), dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam penutupan IMF Nusa Dua Bali, Minggu (14/10/2018).Instagram Christine Lagarde Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim (kiri), Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde (kedua kiri), Ketua Panitia IMF-Bank Dunia 2018 Luhut Binsar Pandjaitan (tengah), Menteri Keuangan Sri Mulyani (kedua kanan), dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam penutupan IMF Nusa Dua Bali, Minggu (14/10/2018).
Pose jari dinilai sensitif dan bisa diartikan sebagai dukungan terhadap calon presiden dan calon wakil presiden.

Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan pernah dilaporkan karena pose 1 jari saat acara IMF di Bali beberapa bulan lalu.

Salah satu Komisioner Bawaslu Fritz Edward Siregar menilai, tindakan ini berpotensi melanggar UU Pemilu. Alasannya, karena posisi mereka sebagai pejabat negara yang dinilai dapat menguntungkan salah satu kubu.

Setelah melakukan kajian, Bawaslu menyatakan apa yang dilakukan dua menteri kabinet itu bukan merupakan kampanye, sehingga tidak terbukti sebagai sebuah pelanggaran.

Menurut penjelasan Luhut, pose satu jari tidak merujuk pada dukungan untuk salah satu calon, akan tetapi memiliki arti Indonesia yang satu. Simbol ini digunakan untuk menjelaskan kepada para pimpinan IMF yang hadir.

Baca juga: Soal Pose Satu Jari Luhut dan Sri Mulyani di Acara IMF, Ini Komentar Bawaslu

Dugaan kampanye hitam 3 perempuan di Karawang

Yang terbaru, dugaan kampanye hitam terhadap Jokowi yang dilakukan tiga orang perempuan di Karawang.

Mereka menyampaikan informasi jika Jokowi terpilih menjadi presiden untuk kedua kalinya, misalnya ditiadakannya azan dan dilegalkannya pernikahan sesama jenis.

Hal tersebut kemudian langsung ditindaklanjuti oleh Polres Karawang dengan melakukan penangkapan terhadap ketiganya.

Penangkapan dilakukan pada Minggu (24/2/2019) untuk  menghindari munculnya konflik yang lebih besar.

Ketiga perempuan itu sudah ditetapkan sebagai tersangka dugaan kampanye hitam terhadap Jokowi dan dijerat pasal dalam UU ITE. 

Kapolres Karawang AKBP Nuredy Irwansyah Putra mengatakan, tiga perempuan itu dikenalan Pasal 28 Ayat (2) jo Pasal 45A Ayat (2) UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan/atau Pasal 14 atau Pasal 15 UU RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Baca juga: Bawaslu Jabar Selidiki Dugaan Kampanye Hitam dalam Video jika Jokowi Terpilih, tak Ada Lagi Azan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com