Tak hanya soal kejernihan, situasi politik dan demokrasi sekarang ini juga dinilai telah kehilangan daya nalarnya.
Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Philips J Vermonte mengatakan, setiap orang memiliki hak untuk berpendapat sebagai konsekuensi logis dari sistem pemilihan langsung.
Namun, dalam ruang media sosial yang begitu luas, timbul fenomena anti-intelektualisme. Banyak orang cenderung menolak penjelasan yang masuk akal, rasional, dan mengedapankan pendapat subyektif.
Baca juga: Elite Politik dan Media Massa Dianggap Bertanggung Jawab dalam Literasi Informasi
"Menurut saya, pangkal permasalahannya adalah itu ada semacam anti-intelektualisme. Anti terhadap penjelasan yang masuk akal dan rasional karena yang dikedepankan adalah pandangan subyektif," kata Philips.
Di sisi lain, kata Philips, muncul pula fenomena yang ia sebut sebagai "what about-ism".
Misalnya, seseorang diserang oleh banyak pihak karena dianggap telah menyebarkan hoaks.
Kendati demikian, orang tersebut justru menyalahkan orang lain yang telah melakukan hal yang serupa.
Philips menilai fenomena ini mendorong banyak orang tidak berpikir rasional dalam setiap perdebatan.
"Dua hal ini yang membuat kita kehilangan kejernihan dan daya nalar. Saya kira obatnya hanya satu, mendorong setiap orang untuk bersikap rasional terhadap setiap perdebatan," ujar Philips.