JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai pemaparan kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden pada saat debat pertama pilpres kurang menyentuh substansi persoalan hak asasi Manusi (HAM) di Indonesia.
Menurut Usman, kedua pasangan calon hanya memberikan pernyataan normatif tanpa memberikan solusi konkret atas permasalahan HAM.
“Jika melihat argumen-argumen normatif yang dikemukakan, bisa dibilang kedua pasangan kandidat hanya menggunakan HAM untuk kepentingan elektoral," ujar Usman melalui keterangan tertulisnya, Jumat (18/1/2019).
Saat debat, calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo menyatakan bahwa dirinya tidak memiliki rekam jejak melanggar HAM dan melakukan kekerasan.
Baca juga: Pasca-debat, Jokowi dan Prabowo Dinilai Tak Miliki Keinginan Politik Tuntaskan Kasus HAM Masa Lalu
Usman mengatakan, saat menyatakan itu seharusnya Jokowi menunjukkan pencapaiannya dalam menuntaskan kasus pelanggaran HAM agar dapat meyakinkan pemilih, ketimbang membandingkan rekam jejak personalnya dengan kandidat lain.
Usman juga mengkritik sikap Jokowi yang sama sekali tidak menyinggung kasus pelanggaran HAM yang dialami kelompok minoritas selama empat tahun terakhir.
Kelompok minoritas agama seperti Ahmadiyah, Syiah dan Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) serta kelompok dengam orientasi seksual berbeda terus mengalami pelanggaran HAM tanpa ada upaya perlindungan dari pemerintah.
Sementara, calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto tidak berani membuat komitmen terkait penyelesaian kasus-kasus pelanggaran berat HAM masa lalu.
Di sisi lain, Usman mengkritik alasan Jokowi terkait penuntasan kasus pelanggaran berat HAM masa lalu.
Ia menegaskan bahwa Jokowi tidak dapat menggunakan alasan bahwa kasus-kasus itu telah terlalu lama terjadi dan sulit untuk mencari bukti-buktinya.
Sebab, pernyatan itu berpotensi melanggengkan budaya impunitas di Indonesia.
"Tetap harus ada langkah terobosan dari Jokowi untuk menyelesaikan kasus-kasus HAM berat masa lalu yang belum ada kemajuan. Waktu yang tersisa beberapa bulan ini tidak boleh menjadi alasan untuk tidak menyelesaikan pekerjaan yang belum beres,” kata Usman.
Baca juga: Para Capres Diminta Jelaskan Strategi Penuntasan Kasus HAM Masa Lalu
Pernyataan calon wakil presiden Sandiaga Uno juga tak luput dari kritik. Saat debat, Sandiaga mengungkap banyak persekusi dan kriminalisasi terhadap warga lapisan bawah.
Namun, kata Usman, Sandiaga tidak menyebut persoalan yang dialami kelompok minoritas agama dan keyakinan seperti Ahmadiyah, serta kelompok dengan orientasi seksual berbeda. Kelompok-kelompok tersebut juga mengalami diskriminasi dan persekusi.
Usman juga menyayangkan kedua pasangan capres-cawapres tidak menyinggung kasus-kasus kriminalisasi terhadap petani seperti Kiai Noer Azis di Surokontowetan, Joko Prianto di Rembang, hingga Budi Pego di Banyuwangi, yang memprotes proyek pembangunan tambang yang merusak lingkungan.
“Yang menjadi pertanyaan, Sandiaga luput untuk menyebutkan hal tersebut, padahal ketika menjabat menjadi pimpinan negara ia harus bisa melindungi hak asasi tiap manusia di Indonesia tanpa membedakan,” ujar Usman.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.