Kerusuhan mulai pecah ketika massa ingin bergerak menuju Istana Kepresidenan. Saat itu, mulai terjadi bentrok mahasiswa dengan aparat.
Pada sisi lain, mahasiswa juga telah bersiap siaga di di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma. Karena dijaga ketat, rombongan mahasiswa tidak berhasil menerobos masuk pangkalan udara.
Baca juga: Mengenang Puncak Kegalauan Soeharto Sebelum Memutuskan Mundur...
Kerusuhan mulai terjadi, antara lain di Jalan Nusantara, Sunter, Jakarta Utara. Ada massa yang beraksi dan mendorong mobil buatan Jepang hingga menjatuhkannya ke sungai. Kekacauan meledak dan terjadi kerusuhan di beberapa kota secara bersamaaan.
Di jalan protokol kota, yaitu di Jalan Thamrin dan Jalan Sudirman, mobil-mobil dan barang buatan Jepang menjadi tujuan utama perusakan. Barang-barang dirusak dan dibakar.
Kondisi diperparah dengan penjarahan terhadap toko-toko, bahkan sejumlah sauna milik pengusaha Jepang juga dibakar habis.
Mahasiswa yang melakukan aksi politik tanpa kekerasan merasa aksinya dimanfaatkan hingga terjadi kerusuhan.
Meski dibayangi aksi demonstrasi besar-besaran, pertemuan Presiden Soeharto dengan PM Tanaka berjalan lancar di Istana Kepresidenan.
Pasukan dari sejumlah korps daerah militer di Pulau Jawa diambil untuk mengamankan sisi terluar Jakarta dan melindungi obyek vital dari aksi mahasiswa.
Dilansir dari Harian Kompas yang terbit pada 16 Januari 1974, pasukan Kostrad yang didampingi oleh beberapa mahasiswa lain yang menyandang bendera Merah Putih bersama Jenderal Soemitro turun ke jalan.
Langkah ini merupakan upaya Jenderal Soemitro selaku Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban. Dia mulai melakukan mediasi dengan perwakilan mahasiswa.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Adam Malik juga turun untuk menenangkan massa. Bertepat di gedung Oil Building, diaolog pemerintah dengan mahasiswa dilakukan.
Dalam kerusuhan yang berlangsung selama dua hari itu, 11 orang meninggal, 75 luka berat, ratusan mobil dan sepeda motor rusak, serta lebih dari 100 gedung atau bangunan hangus dibakar, serta 160 kg emas raib.
Pertokoan dan perkantoran di Pasar Senen dan Harmoni juga dibakar dan dijarah oleh massa.
Tentunya hal ini menjadi tamparan keras bagi pemerintah, apalagi ketika itu terjadi tepat ketika PM Jepang mengunjungi Indonesia.
Soeharto malu dan marah besar terhadap aksi para mahasiswa. Lantas menyuruh segenap jenderal untuk melakukan tindakan terhadap para mahasiswa.