JAKARTA, KOMPAS.com - Tiga hari sebelum lengser, tepatnya pada 18 Mei 1998, Soeharto sempat bertemu dengan para tokoh masyarakat.
Dalam pertemuan tersebut, Soeharto meminta pendapat para tokoh agama dan masyarakat.
Mereka yang hadir di antaranya perwakilan dari Muhammadiyah Malik Fadjar, perwakilan Nahdlatul Ulama (NU) Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
Selain itu, hadir pula Ahmad Bagja, Ali Yafie, Anwar Harjono, Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun, Ilyas Rukhiyat, Ma'ruf Amin, Soetrisno Muhdam, dan Nurcholish Madjid atau Cak Nur.
Baca juga: Ruang Tamu Cendana Malam Itu, Sehari Jelang Mundurnya Soeharto...
Malik Fadjar menceritakan pertemuan tersebut dalam acara Satu Meja di Kompas TV, Senin (21/5/2018).
Malik Fadjar mengatakan, dari sepuluh orang yang hadir, sembilan orang berangkat dari rumah di Jalan Indramayu nomor 14 yang menjadi markas pergerakan reformasi.
Sembilan orang tersebut dilepas oleh tokoh reformasi lainnya, Amien Rais, yang saat itu menjabat Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah.
Malik Fadjar mengatakan, saat itu Amien sengaja tak diundang Soeharto karena sang Jenderal tak suka dengan sepak terjang doktor lulusan Universitas Chicago itu.
Baca juga: Cerita Wartawan Kompas Jelang Runtuhnya Kekuasaan Soeharto...
"Jadi kisahnya itu sebagaimana kita ketahui, kisahnya waktu itu memang (Pak Harto) tidak berkenan dengan Pak Amien Rais," ujar Malik Fadjar.
Malik Fadjar mengatkan, saat itu hanya Gus Dur yang berangkat dari kediaman pribadinya.
Saat itu, Soeharto didampingi oleh Menteri Sekretaris Negara Saadillah Mursjid dan penulis pidato Presiden, Yusril Ihza Mahendra.
Dalam pertemuan itu, Soeharto menawarkan dirinya memimpin bangsa Indonesia menuju reformasi. Ia mengharapkan kesediaan Cak Nur untuk mendampinginya.
Baca juga: Patahnya Palu dan Firasat Harmoko Ihwal Kejatuhan Soeharto
Adapun pertemuan itu, merupakan respons Soeharto atas surat yang dikirim Cak Nur terkait tuntutan reformasi.
"Pak Harto tidak meyinggingung masalah kabinet, tapi mempertanyakan bagaimana bentuk reformasi yang dikehendaki terjadi perdebatan. Lalu Pak Harto ingin memimpin refromasi dengan Cak Nur sebagai tokoh reformasi yang akan menjalankan tugas pelaksana," kata Malik.
Dalam pertemuan tersebut, Soeharto dan Cak Nur sempat bercanda menyikapi tuntutan masyarakat agar Soeharto lengser.
"Pak Harto sampai bilang 'saya tidak jadi presiden pun tidak pathekan (masalah)'. Lalu Cak Nur menjawab, 'ya, bapak sudah tuwuk (kenyang)'. Lalu keduanya tertawa bersama," lanjut Malik.