JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari mengatakan, sudah sewajarnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam hal syarat pencalonan anggota Dewan Perwakilan (DPD).
Jika menentang keputusan MK, kata Feri, KPU dapat dianggap bertindak sewenang-wenang.
Hal itu menanggapi pelaporan dua komisioner KPU RI ke Bareskrim Polri oleh Partai Hanura lantaran KPU tidak memasukkan nama Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO), ke dalam Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPD Pemilu 2019.
"KPU tidak dapat bertindak sewenang wenang dalam melaksanakan kebijakan dan/atau tindakan administrasi negara berupa tindakan yang bertentangan dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," kata Feri saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (22/12/2018).
Baca juga: Menanti Keputusan Akhir KPU soal Nasib Oesman Sapta Odang...
Dikarenakan putusan MK merupakan putusan yang terlebih dulu berkekuatan hukum tetap berdasarkan UUD 1945 dan Undang-Undang MK, maka KPU harus menjalankan Putusan MK tersebut.
Jika KPU tidak melaksanakan putusan MK, maka KPU akan dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum.
Berdasarkan putusan MK nomor 79/PUU-XV/2017, setiap individu atau lembaga negara yang tidak menjalankan putusan MK dapat diklasifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum (PMH).
Menurut putusan itu pula, putusan MK adalah putusan yang bersifat final and binding serta deklaratif (menyatakan apa yang sesungguhnya yang menjadi hukum), dan constitutief (meniadakan hukum dan menciptakan hukum baru). Jika mengabaikan segala sesuatu yang menjadi hukum yang seharusnya, maka dapat dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum.
Baca juga: Soal Kasus Oesman Sapta, KPU Bingung Harus Ikuti MK atau MA
Sementara itu, penyelenggara pemilu yang tidak menjalankan kewajibannya, berdasar Pasal 471 Undang-Undang Pemilu terkait pelaksanaan putusan PTUN, tidak dapat diberikan sanksi pidana.
"Apalagi jika tindakan KPU merupakan upaya melaksanakan Putusan MK," kata Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas itu.
"Untuk itu KPU tidak dapat dikriminalisasi terhadap tindakan KPU mencoret nama salah seorang calon anggota DPD dari daftar calon tetap anggota DPD," tandasnya.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman dan Komisioner KPU Hasyim Asy'ari dilaporkan ke Bareskrim Polri. Pelapor adalah 34 anggota DPD Partai Hanura yang diwakili Ketua DPD Hanura DKI Jakarta, Muhammad Sangaji. Laporan dibuat pada Kamis (20/12/2018).
Baik Arief maupun Hasyim dilaporkan ke Bareskrim atas tudingan tidak mau menjalankan putusan pengadilan. Keduanya juga dituduh melakukan tindakan makar.
Tudingan tersebut dilayangkan Hanura lantaran Arief dan Hasyim tidak menjakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengenai pencalonan Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO), sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Putusan itu memerintahkan KPU mencabut Daftar Calon Tetap (DCT) anggota