Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wasekjen Demokrat: Presiden Jokowi Punya Catatan Tak Baik Terkait HAM

Kompas.com - 10/12/2018, 22:58 WIB
Kristian Erdianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Sekjen Partai Demokrat Rachland Nashidik memprediksi, Presiden Joko Widodo tidak akan lagi mengedepankan isu Hak Asasi Manusia (HAM) pada Pilpres 2019 mendatang, sebagaimana yang dilakukan Jokowi pada Pilpres 2014 lalu.

Pasalnya, menurut Rachland, Presiden Jokowi memiliki catatan buruk terkait pemenuhan dan perlindungan HAM selama masa pemerintahannya.

"Isu HAM ini tidak akan menjadi faktor di dalam pemilu mendatang. Imperatif moral yang dimiliki Pak Jokowi pada 2014 kini tidak ada lagi," ujar Rachland saat ditemui di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (10/12/2018).

Baca juga: Tim Jokowi-Maruf: Lebih Baik Kawan Sebelah Jangan Ngomongin HAM, Malu Kita...

"Pak Jokowi juga punya masa lalu yang tidak bagus pada konteks perlindungan HAM. Jadi pertandingan mendatang itu ya menurut saya isu HAM akan berada di pinggir," ucapnya.

Rachland menyoroti janji Presiden Jokowi atas penuntasan kasus pelanggaran berat HAM masa lalu yang tak kunjung direalisasikan.

Salah satu poin dalam sembilan agenda prioritas Nawa Cita, Jokowi berjanji akan memprioritaskan penyelesaian secara berkeadilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM pada masa lalu.

Baca juga: Ini Rekomendasi Komnas HAM kepada Presiden untuk Selesaikan Kasus HAM Berat

Kemudian Jokowi juga menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan delapan kasus pelanggaran HAM masa lalu disebutkan pula delapan kasus pelanggaran HAM masa lalu yang menjadi beban sosial politik.

Kedelapan kasus tersebut adalah kasus kerusuhan Mei 1998, Kasus Trisaksi, Semanggi I, Semanggi II, kasus penghilangan paksa, kasus Talangsari, Tanjung Priuk, dan Tragedi 1965.

"Penuntasan pelanggaran HAM juga tidak terjadi. Tidak pernah dilakukan," kata Rachland.

Baca juga: Fadli Zon: Kebebasan HAM dan Demokrasi Alami Kemunduran

Indikator lainnya adalah pembubaran organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dilakukan oleh pemerintah melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) dan tanpa melalui keputusan pengadilan lebih dulu.

Rachland menilai upaya tersebut merupakan bentuk pelanggaran terhadap kebebasan berkumpul dan berserikat.

Selain itu Rachland juga menyinggung kasus penyiraman air keras yang dialami oleh penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.

Baca juga: Kontras: Dalam Kontestasi Politik, Isu HAM Dipakai Jadi Gimmick untuk Dongkrak Suara

Satu tahun sejak peristiwa tersebut terjadi, belum ada satupun pelaku yang dijadikan tersangka oleh kepolisian.

"Pak Jokowi punya masa lalu yang tidak bagus, bukan kuantitas tapi kualitas terkait pemenuhan HAM. Apa yang dilakukan Pak Jokowi sebagai presiden untuk membela HAM? Praktis tidak ada dari segi hal sipil dan politik," tuturnya.

Kompas TV Lalu, bagaimana Ratna menanggapi kejamnya nyinyiran netizen?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com