JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik mengatakan, pelanggaran HAM, khususnya terkait konflik agraria, di Papua masih tinggi lantaran belum ada mekanisme yang komprehensif untuk menanganinya.
Hal itu termasuk proyek infrastruktur yang sedang masif dilakukan di Papua.
"Terkait isu agraria ini berkolerasi dengan pembangunan infrastruktur di Papua dalam proyek strategi nasional. Memang ada kemajuan infrastruktur, tapi ada tantangan pelanggaran HAM yang perlu kita hadapi bersama-sama," katanya di Hari Peringatan HAM Internasional di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, Senin (10/12/2018).
Baca juga: Jokowi dan Tantangan Membangun Papua
Menurutnya, permasalahan HAM di Papua sangatlah kompleks. Dimulai dari pelanggaran HAM masa lalu, langkah peradilannya, hingga ketimpangan sosial antara masyarakat lokal dengan masyarakat pendatang.
Terkait dengan agraria, ia menjelaskan, konflik bisa terjadi di sektor perkebunan, kehutanan, pertambangan, tanah ulayat, maupun batas desa.
Taufan menegaskan, tingginya konflik agraria di Papua telah berdampak pada pelanggaran hak atas tanah, hak untuk hidup, hak atas kesejahteraan, dan hak masyarakat adat.
Baca juga: Persentase Desa Tertinggal Tertinggi Berada di Papua dan Papua Barat
Untuk itu, Taufan meminta Presiden Jokowi untuk membentuk sebuah komite khusus menangani masalah di Papua.
Sehingga, pembangunan infrastruktur yang dilakukan hingga saat ini sejalan juga dengan penyelesaian pelanggaran HAM di Papua.
"Nah, penanganan ini enggak bisa hanya akselerasi pembangunan di infrastruktur saja, kebijakan pemerintah harus komprehensif," kata Taufan.
Baca juga: Konflik Agraria Masih Jadi Persoalan di 4 Tahun Pemerintahan Jokowi
Terkait konflik agraria di Papua, Komnas HAM mendapatkan aduan sebanyak total 5.828 berkas selama Januari-Desember 2018.
Adapun perincian total aduan tersebut di antaranya, hak atas tanah (1062); hak untuk hidup (188); hak atas kesejahteraan (2317); dan hak masyarakat adat (853).