Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tim Jokowi-Ma'ruf Soroti DPT Pilpres 2019 yang Stagnan

Kompas.com - 16/11/2018, 17:10 WIB
Jessi Carina,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Direktur Departemen Saksi Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, I Gusti Putu Artha menyoroti data pemilih tetap (DPT) 2019 yang stagnan. Meski proses pemutakhirannya memang belum selesai, Putu melihat angka sementara DPT 2019 tidak terlalu jauh dengan DPR dan Pilpres 2014.

"Beberapa catatan yang bisa kita sampaikan adalah tugas KPU, Kemendagri, dan Bawaslu memang untuk menjelaskan kepada kita soal DPT yang relatif stagnan daripada DPT Pilpres 2014," ujar Putu dalam jumpa pers di Posko Cemara, Jumat (16/11/2018).

Pada Pilpres 2014, angka DPT ada sebanyak 188.268.423. Sementara itu, angka DPT sementara pada Pilpres 2019 adalah 189.144.900. Putu mengatakan kenaikannya hanya 0,46 persen atau 876.477 orang saja.

Baca juga: KPU Sebut Jumlah Data Pemilih Luar Negeri Sementara 2 Juta Jiwa

"Ini yang kami sebut stagnan, seolah-olah lima tahun itu tidak terjadi penambahan jumlah DPT," ujar Putu.

Dia pun membandingkan perbedaan jumlah DPT pada Pilpres 2004 dan 2009. Jumlah DPT pada Pilpres 2004 adalah 150.644.184. Pada Pilpres 2009, jumlah DPT ada 176.367.056.

Artinya, ada kenaikan sekitar 25,7 juta pemilih tetap dari Pilpres 2004 ke 2009. Sementara, kenaikan DPT dari Pilpres 2009 ke 2014 sekitar 11, juta. Besar kenaikan ini berbeda dengan kenaikan dari Pilpres 2014 ke 2019 yang hanya 876.477 orang.

"Kami TKN Jokowi sangat berkepentingan agar KPU dan Bawaslu dapat menjelaskan stagnansi jumlah DPT ini," kata Putu.

Baca juga: Hampir 14.000 Aduan Masyarakat Terkait Data Pemilih Diterima Bawaslu

Putu ingin ada penjelasan mengenai hal ini. Dia berkaca dari pengalaman Pilkada DKI 2017. Dia mengatakan dulu ada pendukung Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat yang tidak bisa menggunakan hak suara karena tidak masuk dalam DPT. Padahal orang tersebut masuk dalam DPT Pilpres 2014.

Hal itu dia sebut sebagai political error. Dia juga tidak ingin kesalahan jumlah DPT muncul karena kesalahan teknis. Misalnya seperti data Kemendagri yang tidak sinkron dengan data KPU. Dia meminta KPU bisa mengecek langsung perbedaan data itu ke lapangan.

Putu mengatakan ingin serius terhadap persoalan ini karena ingin Pilpres 2019 berakhir tanpa masalah.

"Karena saya khawatir kalau tidak dijelaskan dengan baik, akan ada dua hal. Jangan-jangan hasil pemilu 2019 tidak dianggap legitimate atau orang menggugat 2014 hasil pemilunya tidak legitimate karena DPT-nya sangat tinggi dibanding sekarang," ujar Putu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

Nasional
Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

Nasional
WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

Nasional
Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Nasional
Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Nasional
Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Nasional
KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

Nasional
Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Nasional
Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Nasional
DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

Nasional
Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Nasional
SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

Nasional
Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com