Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jelang Pemilu, Pemerintah Didorong Tuntaskan Perekaman dan Pencetakan e-KTP

Kompas.com - 14/11/2018, 06:16 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) diminta untuk segera menyelesaikan proses perekaman dan pencetakan KTP elektronik atau e-KTP.

Sebab, hingga saat ini masih banyak warga yang belum melakukan perekaman e-KTP, atau sudah melakukan perekaman tetapi belum menerima e-KTP.

Penyelesaian proses perekaman dan pencetakan dinilai sangat penting, lantaran e-KTP menjadi syarat bagi warga negara Indonesia (WNI) untuk dapat menggunakan hak pilihnya di Pemilu serentak 17 April 2019 mendatang.

Baca juga: Demi Sukseskan Pemilu, Mendagri Ajak Mahasiswa Rekam E-KTP hingga Hindari Ujaran Kebencian

"Hingga hari ini yang belum terekam (di e-KTP) itu luar biasa banyak. Ada yang udah terekam tapi belum jadi, sampai sekarang Kemendagri belum berikan pernyataan jaminan tanggal 17 April semua warga negara Republik indonesia tercatat, terdata, terekam, punya e-KTP," kata Peneliti dari Democracy Electoral Empowerment Partnership, Yusfitriandi. 

Yusfitiandi mengatakan hal itu dalam sebuah diskusi yang berjudul 'Menagih Keseriusan Penyelenggara Pemilu dalam Menjamin Hak Pilih pada Pemilu 2019', di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (14/11/2018).

Yusfitriandi melanjutkan, ketentuan dalam Pasal 348 ayat 1 Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu mengharuskan pemilih untuk menggunakan e-KTP saat hari pemungutan suara. Hal itu, menurut Yusfitriandi, tidak bisa ditawar lagi.

Sementara Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu, dinilai tidak dalam porsi menentukan instrumen yang bisa digunakan masyarakat sebagai alternatif dari e-KTP.

"KPU juga tak bisa juga kemudian melaksanakan ini karena ini porsi Kemendagri dan Disdukcapil (Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil), ini problem terbesar," ujar Yusfitriandi.

Saat perumusan pasal dalam Undang-Undang yang mengatur tentang instrumen wajib bagi pemilih untuk dapat menggunakan hak pilihnya, DPR dengan yakin mensyaratkan e-KTP.

Namun, hingga saat ini pemerintah tak kunjung selesai melakukan perekaman dan pencetakan.

Yusfitriandi menilai, pemerintah tidak serius dalam hal ini.

"DPR dengan yakin di undang-undang itu tidak mensyaratkan identitas lain kecuali e-KTP, tetapi faktanya seperti ini. Saya beranggapan pemerintah tidak serius mengurus e-KTP (sebagai) syarat utama rakyat mendapatkan kedaulatan dalam memilih," tuturnya.

Seperti diketahui, Kemendagri memberi waktu bagi penduduk di atas 23 tahun untuk melakukan perekaman e-KTP paling lambat 31 Desember 2018.

Jika sampai 31 Desember 2018 penduduk tersebut belum melakukan perekaman, maka Kemendagri akan menyisihkan data mereka untuk diblokir.

Baca juga: Belum Miliki E-KTP, 33 Ribu Pemilih Pemula Terancam Kehilangan Hak Pilih

Hingga saat ini, terdapat sekitar 10,5 juta penduduk yang belum merekam data e-KTP. Dari jumlah itu, sekitar 6 juta adalah penduduk dewasa adapun sisanya merupakan penduduk yang akan berusia 17 tahun pada April 2019.

Kemendagri akan menyisir sekitar 6 juta penduduk dewasa yang belum melakukan perekaman data e-KTP. Hal itu dilakukan untuk mewujudkan data kependudukan yang lebih akurat jelang Pemilu 2019.

Namun, meski nanti ada pemblokiran, Kemendagri juga bisa membuka kembali akses data kependudukan tersebut. Syaratnya yakni penduduk dewasa tersebut datang ke Dinas Pencatatan Sipil setempat dan melakukan perekaman e-KTP.

Kompas TV Seperti apa pemaparan jajak pendapat dari Litbang Kompas perihal pasifnya publik menanggapi daftar pemilih?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com