Dana Kelurahan
Menjelang Pilpres, pemerintah meluncurkan program baru, yakni dana kelurahan.
Pada prinsipnya, program ini sama dengan dana desa yang sudah dijalankan sejak awal pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.
Setiap kelurahan di perkotaan nantinya akan mendapat dana segar yang bisa dimanfaatkan untuk membangun infrastruktur dan fasilitas di kelurahan.
Anggarannya diambil dari dana desa. Dana desa yang jumlahnya Rp 73 Triliun pada tahun 2019, sebanyak Rp 3 Triliun dipotong dan dialihkan untuk dana kelurahan.
Baca juga: Istana: Gagasan Dana Kelurahan Bukan Jatuh dari Langit!
Program ini sempat mendapat kritik dari kubu oposisi, bukan hanya karena ditengarai sebagai pencitraan jelang pilpres, namun juga karena payung hukumnya belum jelas.
Selama ini, dana desa dijalankan menggunakan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Sementara, dana kelurahan belum ada UU atau peraturan pemerintah yang mengatur.
Padahal, anggaran dana kelurahan sebesar Rp 3 triliun ini sudah dianggarkan ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2019.
Baca juga: Dana Kelurahan Disetujui DPR, Akan Dipakai untuk Apa?
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menyebut, yang terpenting dana kelurahan dianggarkan dulu di RAPBN. Payung hukum untuk menjalankan program itu bisa dibuat belakangan.
"Ya, justru (karena) sudah dianggarkan. Jangan sampai sudah nanti misalnya sudah ada peraturannya, dana belum ada. Jadi kita coba alokasaikan," kata Mardiasmo.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung memastikan program dana kelurahan baru akan dijalankan oleh pemerintah apabila sudah memiliki payung hukum yang jelas.
Sementara, Presiden Jokowi mengatakan, payung hukum dana kelurahan adalah UU APBN yang nantinya akan disahkan oleh DPR bersama pemerintah.
Presiden Jokowi membantah bahwa dana kelurahan ini diluncurkan demi kepentingan pilpres 2019.
Bahkan, saking kesalnya, Jokowi sempat menyebut para politikus yang mengkritik program ini sebagai politikus sontoloyo.