Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebijakan Populis Jokowi Jelang 2019, Naikkan Gaji PNS hingga Gratiskan Tol Suramadu

Kompas.com - 30/10/2018, 17:21 WIB
Ihsanuddin,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menjelang Pemilihan Presiden 2019, Presiden Joko Widodo yang akan mencalonkan diri kembali sebagai petahana membuat berbagai kebijakan populis.

Banyak kalangan mengapresiasi berbagai kebijakan ini karena dianggap bisa membantu perekonomian rakyat.

Namun, tak sedikit pula yang menilai bahwa kebijakan itu hanya pencitraan demi meraup suara maksimal pada Pilpres 2019.

Meski demikian, Presiden Jokowi dan jajarannya selalu menekankan bahwa kebijakan populis ini tak ada hubungannya dengan kontestasi Pilpres 2019.

Berikut sejumlah kebijakan populis Jokowi yang diambil menjelang 2019:

Kenaikan gaji ASN

Setelah tiga tahun tidak naik, pemerintah akhirnya mengumumkan kenaikan gaji bagi PNS, anggota TNI, Polri hingga pensiunan.

Pengumuman disampaikan langsung oleh Presiden Jokowi dalam Rapat Paripurna RAPBN 2019 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 18 Agustus 2018.

"Pada 2019, pemerintah akan menaikkan gaji pokok dan pensiun pokok bagi aparatur negara serta pensiunan sebesar rata-rata 5 persen," ujar Presiden Jokowi.

Baca juga: Kenaikan Gaji PNS Disebut Politis, Ini Kata Sri Mulyani

Menurut Jokowi, kenaikan gaji ini dilakukan pemerintah karena untuk melanjutkan tren positif yang terjadi pada birokrasi selama 2018.

Melalui kenaikan gaji pokok dan pensiun pokok, Jokowi berharap, kualitas birokrasi dalam negeri semakin meningkat.

"Peningkatan kualitas dan motivasi birokrasi terus dilakukan agar aparatur negara makin profesional, bersih, dan terjaga kesejahteraannya," kata Jokowi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan, kenaikan gaji pokok ASN dan pensiunan sebesar 5 persen pada tahun depan adalah hal yang wajar.

Sebab, selama hampir 4 tahun pemerintahan Jokowi-JK berjalan, para ASN tak pernah merasakan kenaikan gaji.

Baca juga: Ketua MPR: Kenaikan Gaji PNS 5 Persen Kurang Banyak

Hal ini disampaikan Sri Mulyani menanggapi adanya anggapan bahwa kenaikan gaji ini bersifat politis karena bertepatan dengan Pilpres 2019.

"Ya karena sudah empat tahun enggak ada kenaikan gaji dan ini adalah gaji pokok, menurut saya sih wajar saja," kata Sri Mulyani.

Untuk tunjangan, menurut Sri Mulyani, hal itu akan disesuaikan dengan kinerja masing-masing ASN.

Saat ditanya apakah kenaikan gaji ini tidak akan membebani anggaran negara, Sri Mulyani tak menjawab dengan tegas.

"APBN kan memang digunakan untuk membiayai kebutuhan negara," ujar dia.

Pada tahun keempat ini, pemerintah juga untuk pertama kalinya memberikan Tunjangan Hari Raya kepada pensiunan.

Tahun-tahun sebelumnya, pensiunan PNS, TNI, Polri hanya mendapatkan gaji ke-13.

Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 35,76 triliun untuk pembiayaan THR dan gaji ke-13, bagi PNS, TNI, Polri dan pensiunan.

Kenaikan Dana Bansos

Presiden Joko Widodo menginstruksikan agar dana Program Keluarga Harapan (PKH) ditingkatkan hingga dua kali lipat pada 2019.

Hal itu disampaikan Jokowi saat membuka rapat kabinet paripurna dengan tema kerangka ekonomi makro dan kebijakan fiskal 2019 di Istana Negara, Maret lalu.

"Tahun depan, saya minta agar rupiah diberikan kepada peserta PKH agar bisa paling tidak dilipat dua kali," kata Jokowi.

Pada 2018, dana program PKH adalah 10 persen dari pengeluaran rumah tangga masyarakat miskin.

Dengan persentase itu, peserta PKH mendapatkan dana sebesar Rp 1.890.000 per tahun.

Jokowi ingin agar dana tersebut meningkat jadi dua kali lipat.

Ia mengaku sudah membicarakan hal ini dengan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro.

Bappenas menghitung angka kenaikan yang ideal, yakni 16 persen dari pengeluaran rumah tangga. Namun, Jokowi merasa kenaikan itu masih kurang.

"Tadi yang saya minta waktu kita ketemu 20 persen (dari pengeluaran rumah tangga). Tolong itu dihitung sekali lagi agar betul-betul yang berkaitan dengan keluarga prasejahtera ini bisa kita tangani secepat-cepatnya," kata Jokowi.

Jokowi mengatakan, saat ini anggaran yang dialokasikan untuk program PKH adalah Rp 50 Triliun.

Jika dana PKH ditingkatkan ke angka 20 persen dari pengeluaran rumah tangga, maka dibutuhkan tambahan anggaran Rp 20 Triliun.

Jokowi meyakini, tambahan dana PKH ini bisa menurunkan angka kemiskinan dari 10,64 persen menjadi 9 persen.

Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro membantah rencana kenaikan dana Program Keluarga Harapan (PKH) terkait dengan pemilihan presiden 2019.

Bambang menegaskan, dana PKH yang diusulkan naik hingga dua kali lipat di tahun 2019 tersebut murni untuk menurunkan angka kemiskinan.

"Kami memang ingin mengurangi kemiskinan kok, kecuali kamu pengen jumlah orang miskin tambah," kata Bambang.

Calon Presiden Joko Widodo memberikan keterangan usai menghadiri agenda tertutup bersama Tim Kampanye Nasional (TKN) Indonesia Kerja, di Hotel Salak, Bogor, Jawa Barat, Senin (22/10/2018).KOMPAS.com/RAMDHAN TRIYADI BEMPAH Calon Presiden Joko Widodo memberikan keterangan usai menghadiri agenda tertutup bersama Tim Kampanye Nasional (TKN) Indonesia Kerja, di Hotel Salak, Bogor, Jawa Barat, Senin (22/10/2018).
Batal naikkan harga Premium

Menjelang 2019, Jokowi juga membatalkan kenaikan harga bahan bakar minyak jenis premium. Pembatalan dilakukan secara dramatis, hanya berselang satu jam setelah kenaikan premium diumumkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan.


Jokowi mengakui bahwa pemerintah sebenarnya sudah memutuskan untuk menaikkan harga bahan bakar minyak, termasuk jenis premium, sejak satu bulan sebelum pengumuman dari Jonan keluar.

Keputusan tersebut diambil karena kenaikan harga minyak mentah

"Kenaikan harga BBM, tidak hanya premium saja, pertamax, dex, itu memang sudah kita bicarakan sebulan lalu, dan sudah kita putuskan naik, naik," kata Jokowi di Istana Kepresidenan, Bogor, Sabtu (13/10/2018).

Baca juga: Penundaan Kenaikan Harga Premium Dinilai Bom Waktu

Namun, Jokowi mengakui, belakangan ia mendapatkan hitung-hitungan baru bahwa konsumsi masyarakat akan menurun jika harga BBM jenis premium dinaikkan.

Padahal, konsumsi masyarakat ini sangat penting bagi perekonomian yang masih tergantung pada sektor konsumsi.

"Karena pertumbhuan ekonomi sekarang ini, kita masih ditumpu 56 persen oleh konsumsi. Kita dalam proses membalikkan dari konsumsi ke produksi, tapi ini belum sampai," kata Jokowi.

Di saat bersamaan, Jokowi juga mendapat hitung-hitungan dari Pertamina. Perusahaan plat merah itu ternyata tidak akan mendapat keuntungan signifikan jika harga BBM jenis premium dinaikkan menjadi Rp 6.900- Rp 7.000 per liter.

Atas dua pertimbangan tersebut, Jokowi pun akhirnya membatalkan kenaikan harga BBM. Jokowi pun memastikan, tidak akan ada kenaikan harga premium dalam waktu dekat ini.

"Sudah saya batalkan dengan hitung-hitungan, dengan angka-angka yang sangat realistis," kata Jokowi.

Presiden Jokowi beserta istri saat menghadiri festival keraton dan masyarakat adat di Sumenep, Pulau Madura, Jawa Timur, Minggu (28/10/2018).KOMPAS.com/TAUFIQURRAHMAN Presiden Jokowi beserta istri saat menghadiri festival keraton dan masyarakat adat di Sumenep, Pulau Madura, Jawa Timur, Minggu (28/10/2018).
Tolak kenaikan iuran BPJS

Presiden Joko Widodo menolak menaikkan iuran peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Padahal, lembaga tersebut sudah mengalami defisit bahkan sampai tak bisa membayar tagihan dari rumah sakit.

Urusan utang ini bahkan sempat membuat Presiden Jokowi kesal dan secara terbuka menegur Dirut BPJS Fahmi Idris secara terbuka di Kongres Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (Persi).

Namun, Kepala Humas BPJS M Iqbal Anas Ma'ruf menegaskan bahwa sebelum teguran itu keluar, BPJS Kesehatan sudah menawarkan solusi kepada Presiden untuk menaikkan iuran peserta.

Baca juga: Presiden Jokowi Pertimbangkan Usul IDI Naikkan Iuran BPJS Kesehatan

"Kalau konteks permasalahan, kita sudah laporkan ke Presiden. Progam ini memang secara iuran belum memenuhi ekspektasi lah berkaitan dengan kebutuhan biaya manfaat," kata Iqbal.

Namun, usulan untuk menaikkan iuran ditolak oleh Presiden Jokowi.

Presiden justru mengambil opsi untuk membantu defisit BPJS lewat suntikan anggaran yang diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebesar Rp 4,9 triliun.

"Opsi untuk penyesuaian iuran, karena memang dengan pertimbangan kondisi masyarakat masih berat mungkin, sehingga pemerintah ambil opsi terbaik untuk mengambil suntikan dana," kata Iqbal.

Namun, Iqbal mengakui, suntikan dana sebesar Rp 4,9 Triliun dari pemerintah sebenarnya masih masih kurang untuk menutup defisit BPJS.

Baca juga: Atasi Defisit, Pemerintah Pastikan Iuran BPJS Kesehatan Tidak Naik

Belakangan, Jokowi sempat ditantang untuk memaparkan solusi defisit BPJS saat hadir di Muktamar Ikatan Dokter Indonesia di Samarinda.

Menjawab tantangan itu, Jokowi memberi sinyal bahwa pemerintah akan menyubsidi BPJS.

Ia tidak menyebut berapa angka subsidi yang akan digelontorkan pemerintah. Namun, Jokowi menyinggung soal subsidi energi yang jumlahnya pernah mencapai Rp 400 triliun.

"Kita ingat subsidi BBM energi pernah mencapai 400 triliun. Lah ini untuk kesehatan kok masa enggak diberikan. Ya kira-kira jawabannya kurang lebih anunya itu. Kurang lebih," tutup Jokowi disambut tepuk tangan para dokter yang hadir.

Dana Kelurahan

Menjelang Pilpres, pemerintah meluncurkan program baru, yakni dana kelurahan.

Pada prinsipnya, program ini sama dengan dana desa yang sudah dijalankan sejak awal pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.

Setiap kelurahan di perkotaan nantinya akan mendapat dana segar yang bisa dimanfaatkan untuk membangun infrastruktur dan fasilitas di kelurahan.

Anggarannya diambil dari dana desa. Dana desa yang jumlahnya Rp 73 Triliun pada tahun 2019, sebanyak Rp 3 Triliun dipotong dan dialihkan untuk dana kelurahan.

Baca juga: Istana: Gagasan Dana Kelurahan Bukan Jatuh dari Langit!

Program ini sempat mendapat kritik dari kubu oposisi, bukan hanya karena ditengarai sebagai pencitraan jelang pilpres, namun juga karena payung hukumnya belum jelas.

Selama ini, dana desa dijalankan menggunakan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Sementara, dana kelurahan belum ada UU atau peraturan pemerintah yang mengatur.

Padahal, anggaran dana kelurahan sebesar Rp 3 triliun ini sudah dianggarkan ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2019.

Baca juga: Dana Kelurahan Disetujui DPR, Akan Dipakai untuk Apa?

Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menyebut, yang terpenting dana kelurahan dianggarkan dulu di RAPBN. Payung hukum untuk menjalankan program itu bisa dibuat belakangan.

"Ya, justru (karena) sudah dianggarkan. Jangan sampai sudah nanti misalnya sudah ada peraturannya, dana  belum ada. Jadi kita coba alokasaikan," kata Mardiasmo.

Sekretaris Kabinet Pramono Anung memastikan program dana kelurahan baru akan dijalankan oleh pemerintah apabila sudah memiliki payung hukum yang jelas.

Sementara, Presiden Jokowi mengatakan, payung hukum dana kelurahan adalah UU APBN yang nantinya akan disahkan oleh DPR bersama pemerintah.

Presiden Jokowi membantah bahwa dana kelurahan ini diluncurkan demi kepentingan pilpres 2019.

Bahkan, saking kesalnya, Jokowi sempat menyebut para politikus yang mengkritik program ini sebagai politikus sontoloyo.

Presiden Joko Widodo (kedua kanan) didampingi Menteri PUPR Basuki Hadimuljono (kedua kiri) dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung (kanan) serta pejabat setempat dan para ulama berada diatas truk saat meresmikan pembebasan tarif tol Jembatan Suramadu di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (27/10/2018). Pembebasan tarif tol tersebut diharapkan berdampak pada pertumbuhan ekonomi di Pulau Madura.ANTARA FOTO/ZABUR KARURU Presiden Joko Widodo (kedua kanan) didampingi Menteri PUPR Basuki Hadimuljono (kedua kiri) dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung (kanan) serta pejabat setempat dan para ulama berada diatas truk saat meresmikan pembebasan tarif tol Jembatan Suramadu di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (27/10/2018). Pembebasan tarif tol tersebut diharapkan berdampak pada pertumbuhan ekonomi di Pulau Madura.
Gratiskan Tol Suramadu

Kebijakan populis terakhir yang diambil Presiden Jokowi jelang pilpres adalah menggratiskan Jembatan Suramadu, yang menghubungkan Surabaya dan Madura.

Penggratisan ini dilakukan lewat serangkaian acara seremonial yang dihadiri langsung oleh Presiden Jokowi, di atas jembatan Suramadu, Sabtu (27/10/2018).

Dengan mengenakan kemeja putih lengan panjang dan berpeci hitam, Presiden terlihat berdiri di atas truk logistik tanpa kontainer saat mengumumkannya.

"Dan dengan mengucapkan bismillahirohmanirahim, Jalan Tol Suramadu pada sore hari ini kita ubah menjadi jalan non tol biasa,” ucap Presiden.

Perubahan status ini tidak datang secara tiba-tiba.

Baca juga: Menurut Politisi PAN, Semestinya Jokowi Tak Hanya Gratiskan Tol Suramadu

Presiden mengaku sebelumnya telah mendapatkan masukkan dari para alim ulama, tokoh masyarakat, serta para pemuka agama di Madura terkait kondisi masyarakat.

Tingkat kemiskinan masyarakat Madura masih terbilang tinggi bila dibandingkan daerah lain di sekitarnya, yaitu sekitar 16-23 persen.

Sementara, tingkat kemiskinan di wilayah lain seperti di Surabaya, Gresik dan Sidoarjo hanya sekitar 4-7 persen.

Padahal, sebelumnya pada 2016 lalu, tarif Tol Jembatan Suramadu sudah dipangkas 50 persen, serta pada 2015 para pengguna kendaraan roda dua atau Golongan VI tak perlu lagi membayar tarif.

“Tetapi dari kalkulasi dari perhitungan yang kita lihat, bahwa belum memberikqn dampak pertumbuhan ekonomi kepada Madura,” kata Presiden.

Baca juga: Jubir Jokowi-Maruf Sebut Penggratisan Tol Suramadu Demi Pembangunan di Madura

Meski banyak diapresiasi, namun keputusan menggratiskan tol Suramadu ini juga kembali dituding sebagai pencitraan jelang Pilpres 2019.

Apalagi, pada pilpres 2014 lalu, Jokowi kalah dari Prabowo di Madura meski ia secara keseluruhan menang di Pulau Jawa.

Selain itu, sejumlah kalangan juga mempertanyakan kenapa Jokowi tak menggratiskan jalan tol lain.

Bahkan merespon langkah Jokowi menggratiskan Suramadu, calon wakil presiden Sandiaga Uno membuat janji akan menggratiskan seluruh tol di Indonesia yang sudah lama dibangun dan sudah balik modal.

Namun, Presiden Jokowi kembali menepis anggapan bahwa kebijakan populisnya untuk kepentingan Pilpres 2019.

"Ya kalau kita mau urusan politik nanti saya gratiskan bulan Maret saja, tahun depan. Gitu loh. Jangan apa-apa dikaitkan dengan politik, ini urusan ekonomi, investasi, kesejahteraan, keadilan," kata Jokowi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com