JAKARTA, KOMPAS.com - Sejak 2002, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) setidaknya telah menyerahkan berkas penyelidikan atas sembilan kasus pelanggaran berat HAM masa lalu ke Kejaksaan Agung.
Kesembilan kasus tersebut adalah:
1. Kasus Peristiwa 1965/1966
2. peristiwa penembakan misterius (Petrus) 1982-1985
3. Peristiwa penghilangan paksa aktivis 1997-1998,
4. Peristiwa Trisakti 1998
5. Peristiwa Semanggi I 1998
6. Peristiwa Semanggi II 1999
7. Peristiwa Talangsari 1989
8. Peristiwa kerusuhan Mei 1998
9. Peristiwa Wasior Wamena 2000-2003.
Baca juga: Komnas: Ketidakjelasan Penuntasan Kasus HAM adalah Pengingkaran atas Keadilan
Komnas HAM juga menambah tiga berkas kasus pelanggaran berat HAM di Aceh, yakni kasus Jambu Kepok, kasus Simpang KKA dan dan kasus Rumah Gedong yang diserahkan pada 2017-2018.
Kendati demikian, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan, hingga saat ini Kejaksaan Agung belum membuat langkah konkret untuk menindaklanjuti berkas penyelidikan kasus pelanggaran berat HAM masa lalu.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Jaksa Agung berwenang melakukan penyidikan dalam menindaklanjuti berkas penyelidikan Komnas HAM.
"Sampai saat ini belum ada langkah konkret dari Jaksa Agung untuk menindaklanjuti ke tahap penyidikan dan penuntutan sebagaimana diamanatkan UU Pengadilan HAM," ujar Damanik saat menggelar konferensi pers di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (19/10/2018).
"Ketidakjelasan atas penyelesaian kasus-kasus pelanggaran yang berat adalah bentuk dari pengingkaran atas keadilan," tuturnya.
Baca juga: Menurut Kontras, Ada 4 Alasan HAM Bukan Prioritas Pemerintahan Jokowi
Damanik menegaskan bahwa Komnas HAM mendorong penyelesaian kasus pelanggaran berat HAM masa lalu melalui mekanisme yudisial atau pengadilan HAM.
Pasalnya, Mahkamah Konstitusi telah membatalkan Undang-Undang tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).
"Maka, jalan satu-satunya penyelesaian adalah melalui mekanisme yudisial," kata Damanik.