2. Fenomena kekurangan gizi
Dalam pidatonya, Prabowo juga menyebut masih adanya kasus anak kurang gizi di Indonesia adalah salah satu indikator pemerintah menjalankan ekonomi kebodohan.
Mengutip data Bank Dunia, Prabowo menyebut bahwa 1 dari 3 anak Indonesia berusia di bawah lima tahun mengalami stunting atau pertumbuhan yang tidak sempurna.
Erani menegaskan, sejak awal 2015, pemerintahan Jokowi-Kalla berupaya menyelesaikan persoalan stunting dengan mengambil beberapa langkah strategis. Pertama, meningkatkan anggaran kesehatan menjadi 5 persen dari APBN, sesuai dengan mandat Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
"Untuk diketahui saja, pada periode sebelumnya, anggaran kesehatan itu hanya berkisar antara 2,5-3,5 persen saja," ujar Erani.
Baca juga: Argumentasi Tim Prabowo soal Indonesia Jalankan Ekonomi Kebodohan
Kedua, program pencegahan stunting didesain melalui intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif. Program ini membuahkan hasil. Prevalensi stunting (pendek dan sangat pendek) pada anak bawah dua tahun (Baduta) menurun dari 32,9 persen (2014) menjadi 28,8 persen (2018).
Ketiga, dalam penanganan gizi buruk, pemerintah melaksanakan program perbaikan gizi ibu hamil kurang energi kronis (KEK) dengan pemberian makanan tambahan (PMT). Hasilnya, secara nasional, cakupan ibu hamil KEK mendapat PMT tahun 2017 adalah 82,83 persen. Artinya, sudah memenuhi target Renstra tahun 2017, yaitu 65 persen.
Keempat, program pemerintah mendorong agar bayi baru lahir dapat menyusu dini, mendapat ASI eksklusif dan vitamin A. Hasilnya, secara nasional persentase bayi baru lahir yang mendapat inisiasi menyusu dini (IMD) sebesar 73,06 persen. Artinya, melampaui target Renstra 2017, yaitu 44 persen.
Hasil lainnya, cakupan bayi mendapat ASI eksklusif sebesar 61,33 persen (melampaui target Renstra 2017, yaitu 44 persen) dan cakupan pemberian vitamin A pada balita 6-59 bulan di Indonesia berdasarkan Pemantauan Status Gizi 2017 adalah 94,73 persen.
"Artinya apa? Masalah stunting dan gizi buruk memang belum tuntas, tetapi pemerintah terus bekerja keras melalui berbagai program dan komitmen anggaran. Dalam empat tahun terakhir, sudah kelihatan hasilnyam," ujar Erani.
3. Sumber daya alam dikuasai swasta
Prabowo mengatakan bahwa produksi sumber daya alam dikuasai oleh sektor swasta dan sebagian besar tidak dinikmati oleh masyarakat. Misalnya, jutaan hektar tanah dikuasai oleh perusahaan swasta, lalu mereka bawa uangnya ke luar negeri.
Erani mengakui adanya praktik ini.
"Informasi itu betul. Itu akibat kebijakan yang diambil sejak akhir 1960-an sampai 2014. Saat ini, Presiden Jokowi tidak memberi konsesi lahan lagi untuk korporasi," ujar Erani.
Pemerintah hanya memberikan lahan kepada masyarakat yang tak memiliki lahan, khususnya yang tinggal di sekitar hutan. Program itu masuk ke dalam program prioritas nasional, yakni Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial.
"Ini yang menyebabkan Rasio Gini sudah turun menjadi 0,38 pada 2018," ujar Erani.