Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika Dirasa Diskriminatif, KPU Tak Akan Tandai Caleg Eks Koruptor

Kompas.com - 18/09/2018, 18:04 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih akan membahas kemungkinan pemberian tanda untuk calon anggota legislatif (caleg) mantan narapidana korupsi di Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan surat suara.

Jika dengan menandai caleg eks koruptor KPU dianggap diskriminatif, maka KPU akan menghapus opsi tersebut.

"Kalau KPU menandai calon tersebut dalam daftar calon jadi diskriminatif atau tidak, kalau jadi diskriminatif KPU mempertimbangkan untuk tidak melakukan itu. Apalagi di surat suara, tentu saja tidak," kata Komisioner KPU Hasyim Asyari di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (18/9/2018).

Baca juga: Soal Caleg Eks Koruptor, MA Sebut Publik Mesti Kritisi UU Pemilu

Seperti diketahui, banyak pihak yang mengusulkan KPU menandai caleg mantan napi korupsi di TPS dan surat suara, setelah hasil uji materi Mahkamah Agung (MA) menyatakan mantan napi korupsi diperbolehkan maju sebagai caleg.

Dengan menandai caleg eks koruptor, masyarakat diharapkan tahu dan punya pertimbangan untuk memilih caleg tersebut.

Namun demikian, menurut Hasyim, pada dasarnya status caleg mantan napi korupsi telah dipublikasikan melalui situs pencalonan pemilu yang bisa dilihat oleh seluruh masyarakat.

Selain itu, caleg mantan napi korupsi juga diharuskan mempublikasikan statusnya melalui media cetak yang bisa diakses publik.

Baca juga: Caleg Eks Koruptor yang Sudah Ditarik Partai Tak Bisa Dicalonkan Lagi

"Pernyataan itu ada putusan pengadilannya, SKCK-nya, ada pengumuman dia di media, itu kan nantinya kita akan publikasikan di sistem pencalonan Pemilu 2019," terang Hasyim.

Namun demikian, usulan menandai caleg mantan napi korupsi tetap dipertimbangkan KPU, dan nantinya akan dibahas bersama.

Paling penting, pemilih mendapat informasi mengenai publikasi status caleg eks koruptor.

"Tentang metode menandainya, nanti kita bicarakan mana yang paling strategis, tapi intinya yang ingin kami sampaikan bahwa dokumen-dokumen sebagai penanda bahwa yang bersangkutan napi kan sudah ada dan publik bisa mengakses," ujar Hasyim.

"KPU harus berhati-hati betul dalam membuat pilihan yang tepat dalam mempublikasikan ke masyarakat," sambungnya.

Baca juga: Patuhi Putusan MA, KPU Akan Loloskan Bakal Caleg Eks Koruptor

Senin (17/9/2018) malam, KPU menerima salinan putusan Mahkamah Agung (MA) mengenai hasil uji materi pasal 4 ayat 3 Peraturan KPU (PKPU) nomor 20 tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota.

Bersamaan dengan itu, KPU juga menerima salinan putusan uji materi pasal 60 huruf j PKPU nomor 26 tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas PKPU Nomor 14 Tahun 2018 Tentang Pencalonan Anggota DPD.

Kedua salinan putusan MA tersebut, akan dipelajari oleh KPU hari ini.

Dalam putusannya, MA menyatakan bahwa larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif (caleg) bertentangan dengan Undang-Undang Pemilu nomor 7 tahun 2017. Artinya, mantan napi korupsi diperbolehkan untuk maju sebagai caleg.

Kompas TV Simak dialognya dalam Sapa Indonesia Pagi berikut ini!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com