JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay mengatakan, penyelenggara pemilu yang tak melaksanakan Peraturan KPU (PKPU) akan menjadi ancaman serius bagi kualitas pemilu.
Sebab, penyelenggara pemilu punya tugas penting untuk menggelar sekaligus mengawasi pemilu berjalan dengan baik.
Pernyataan Hadar muncul usai Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) di Aceh, Tana Toraja, dan Sulawesi Utara, meloloskan tiga mantan narapidana korupsi sebagai badan calon anggota legislatif (bacaleg).
"Saya kira ini adalah ancaman yang sangat serius terhadap penurunan kualitas pemilu kita," kata Hadar di kantor KPU, Jakarta Pusat, Kamis (16/8/2018).
Keputusan Bawaslu dan Panwaslu itu menggugurkan hasil verifikasi KPU setempat yang menyatakan ketiga nama tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai bacaleg.
Baca juga: Larangan Mantan Napi Kasus Korupsi dan Kamuflase Hak Asasi Manusia...
Perbedaan keduanya, lantaran KPU berpedoman pada PKPU Nomor 20 Tahun 2018 yang melarang mantan narapidana korupsi, pelaku kejahatan seksual terhadap anak, serta mantan bandar narkoba mendaftar sebagai caleg.
Sementara, Bawaslu dan Panwaslu menolak berpegang pada PKPU dan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang tidak melarang mantan napi kasus kejahatan berat itu sebagai caleg.
Menurut Hadar, jika pada level penyelenggara pemilu saja terdapat perbedaan pendapat, maka potensi terganggunya proses demokrasi menjadi tinggi.
PKPU yang ada saat ini, kata Hadar, telah diundangkan dan disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM. Sehingga kekuatan hukumnya sudah ditetapkan.
Isi dari PKPU pun sudah sangat baik. Tinggal pelaksanaannya dari dua penyelenggara pemilu yang seharusnya berjalan beriringan.
Baca juga: Tiga Eks Napi Korupsi Diloloskan Bawaslu sebagai Bacaleg, KPU Tetap Menolak
Oleh karena itu, Hadar berharap perbedaan pendapat dari KPU dan Bawaslu tersebut bisa segera diakhiri. Ia meminta supaya dalam menyelenggarakan pemilu, Bawaslu merujuk pada PKPU.
"Sebaiknya ini dibenahi, karena kan Bawaslu tugasnya sebaiknya me-refer sebagaimana aturan dalam PKPU," ujar Hadar.
Jika hal ini berlangsung terus-menerus, lanjut dia, ancamannya adalah kualitas penyelenggaraan pemilu yang jadi berantakan.
"Karena yang satu usaha menata, yang satunya malah membalikkan," kata dia.
Sebelumnya, pada masa pendaftaran bacaleg, tiga mantan narapidana korupsi di Aceh, Tana Toraja, dan Sulawesi Utara dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) oleh KPU. Ketiganya lantas mengajukan sengketa pendaftaran ke Bawaslu dan Panwaslu setempat.
Hasil sengketa menyatakan ketiganya memenuhi syarat (MS) sehingga menganulir keputusan KPU yang menyatakan mereka TMS.
Namun demikian, komisioner KPU Wahyu Setiawan menegaskan pihaknya tetap menyatakan tiga mantan napi korupsi itu TMS. Ketiganya juga tidak dimasukkan dalam daftar calon sementara (DCS) yang telah diterbitkan oleh KPU.