JAKARTA, KOMPAS.com — Pendaftaran calon presiden dan wakil presiden akan ditutup dua hari lagi atau pada Jumat (10/8/2018). Namun, hingga Rabu ini, belum ada satu pun pasangan calon yang mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum.
Peta koalisi boleh jadi sudah cukup jelas. Partai politik peserta pemilu hanya terbelah menjadi dua kubu, yakni kelompok yang mendukung petahana Joko Widodo dan kelompok oposisi yang mendukung Prabowo Subianto.
Ini mengingatkan pada pertarungan Pilpres 2014 lalu. Bedanya, Jokowi kali ini membawa gerbong koalisi yang lebih besar. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu disokong dukungan enam parpol parlemen, yakni PDI Perjuangan, Golkar, Nasdem, Hanura, PPP, dan PKB.
Selain itu, juga ada tiga parpol nonparlemen, yakni PKPI, PSI, dan Perindo.
Baca juga: Zulkifli Hasan Bertemu Jokowi, PAN Batal Dukung Prabowo?
Sebaliknya, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto saat ini masih terus berupaya membentuk koalisi dari parpol yang belum merapat ke Jokowi.
Parpol yang belakangan terus melakukan komunikasi intensif adalah Partai Demokrat, PKS, dan PAN. Sedangkan parpol nonparlemen yang juga belum merapat ke Jokowi adalah Partai Berkarya dan PBB.
Jika tak ada partai yang membelot, Jokowi akan didukung oleh kekuatan enam parpol. Sementara kubu Prabowo akan didukung oleh enam parpol jika berhasil meyakinkan kekuatan di luar Jokowi untuk bergabung.
Koalisi Masih Dinamis
Kendati demikian, pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno menilai, peta politik sampai akhir pendaftaran capres dan cawapres masih akan sangat dinamis. Ia menilai, tarik-menarik soal cawapres dapat menjadi pemicu pecahnya kongsi koalisi yang telah dibangun.
"Baik kubu Jokowi maupun Prabowo masih galau menentukan posisi cawapres. Ini bisa memungkinkan terjadinya pecah kongsi," kata Adi saat dihubungi, Rabu (8/8/2018).
Di kubu Jokowi, Adi menilai PKB menjadi parpol yang paling mungkin untuk menarik dukungan. Sebab, PKB sejak awal ngotot meminta ketua umumnya Muhaimin Iskandar alias Cak Imin untuk menjadi cawapres Jokowi.
Baca juga: Sekjen PDI-P Sebut Koalisi Pendukung Jokowi Bisa Berisi 10 Partai
"PKB sangat terbuka untuk lompat pagar karena Cak Imin ngotot dengan opsi cawapres," ujarnya.
Sementara di kubu Prabowo, PKS dan PAN juga dinilai berpeluang hengkang dari koalisi. Kedua parpol yang sudah lama menjalin komunikasi dengan Gerindra, menurut Adi, mulai merasa terganggu dengan kehadiran Demokrat. Apalagi, jika nantinya Prabowo lebih memilih cawapres dari Demokrat ketimbang PAN atau PKS.
"PKS dan PAN masih belum menentukan sikap apa pun ke Prabowo. Bahkan, PKS ekstrem mengintimidasi Gerindra andai cawapres bukan dari mereka," ujar Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia ini.