Pemecatan, Tuduhan Fitnah dan Pencemaran Nama Baik
Perseteruan antara pimpinan PKS dan Fahri Hamzah sudah berlangsung sejak awal 2016. Saat itu PKS memecat Fahri sebagai kader.
Majelis Tahkim PKS pada 11 Maret 2016 memutuskan memecat Fahri dari seluruh jenjang jabatan di kepartaian.
Pada 1 April 2016, Presiden PKS Sohibul Iman menandatangani SK DPP terkait keputusan Majelis Tahkim tersebut.
Baca juga: Fahri Hamzah Unggah Surat PKS yang Minta Caleg Terpilih Siap Diberhentikan Kapan Pun
Dalam gugatannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Fahri menuntut PKS membayar ganti rugi materiil Rp 1,6 juta dan imateriil senilai lebih dari Rp 500 miliar.
Mereka yang digugat adalah Presiden PKS Shohibul Iman, Ketua Dewan Syariah Surahman Hidayat, Wakil Ketua Dewan Syuro Hidayat Nur Wahid, Abdul Muis dan Abi Sumaid.
Fahri juga menuntut PKS untuk mengembalikan nama baiknya.
Baca juga: Fahri Hamzah: Kami Deklarasi PKS 1998, 2018 Mungkin Innalillahi...
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memenangkan sebagian gugatan Fahri.
Semua putusan dari DPP PKS dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum. Dengan demikian, Fahri masih sah sebagai kader PKS, anggota DPR dan Wakil Ketua DPR.
Majelis hakim juga memerintahkan tergugat agar membayar ganti rugi imateril sebesar Rp 30 miliar.
Baca juga: Ketua DPP PKS: Kasus Fahri Hamzah Jadi Preseden
Sementara atas putusan tersebut pihak PKS mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi hingga kasasi ke Mahkamah Agung.
Perseteruan itu juga berujung pada upaya Fahri melaporkan Presiden PKS Sohibul Iman ke Polda Metro Jaya pada Kamis, 8 Maret 2018.
Fahri menganggap Sohibul telah menyebarkan kabar fitnah dan pencemaran baik atas dirinya.
Baca juga: Sohibul Tunggu Surat Resmi Polisi dan Fahri soal Pencabutan Kasus
Berikut rangkuman kronologi perseteruan antara Fahri Hamzah dan PKS:
1. Evaluasi BPDO PKS
Kisruh PKS dengan Fahri berawal dari evaluasi Badan Penegak Disiplin Organisasi (BPDO) PKS terhadap kinerja Fahri sebagai pimpinan DPR.
Evaluasi itu dilakukan setelah beberapa kader PKS mengadu ke BPDO. Mereka merasa terganggu atas sikap Fahri yang dinilai cenderung membela politisi Partai Golkar Setya Novanto selama tersandung kasus 'Papa minta saham'.
Baca juga: Kontroversi Fahri Hamzah Vs PKS, Berawal Kasus Papa Minta Saham
Kasus 'Papa minta saham' adalah kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla saat meminta jatah saham PT Freeport Indonesia.
Sejumlah kader PKS mendesak politisi dari dapil Nusa Tenggara Barat itu untuk mundur sebagai pimpinan DPR.
Fahri mengakui dirinya sempat ditegur oleh Ketua Fraksi PKS di DPR Jazuli Juwaini karena terlalu banyak bicara tentang Novanto di media.
Baca juga: Setahun Berlalu, Apa Kabar Kelanjutan Kasus Papa Minta Saham?
Menurut Fahri, masalah ini sudah selesai. Dia sudah menjelaskan kepada Jazuli bahwa rekaman pernyataannya soal kasus Novanto diputar berkali-kali oleh sebuah stasiun televisi swasta.
Oleh karena itu, timbul kesan bahwa dia terlalu banya bicara di media.
2. Dipecat PKS
Majelis Tahkim PKS pada 11 Maret 2016 memutuskan memecat Fahri dari seluruh jenjang jabatan di kepartaian.
Pada 1 April 2016, Presiden PKS Sohibul Iman menandatangani SK DPP terkait keputusan Majelis Tahkim tersebut.
Baca juga: Kasus “Papa Minta Saham” Setya Novanto
Pemecatan Fahri sebagai kader PKS berimbas pada statusnya sebagai anggota DPR dan Wakil Ketua DPR.
Ada sejumlah 'dosa' Fahri menurut PKS. Sejumlah pernyataan Fahri dianggap kontroversial oleh DPP PKS, diantaranya:
- Fahri menyebut anggota DPR "rada-rada beloon" yang berujung pada dijatuhkannya sanksi ringan kepada Fahri oleh MKD.
Baca juga: MKD Pulihkan Nama Baik Setya Novanto di Kasus Papa Minta Saham
- Fahri mengatasnamakan DPR dan menyatakan sepakat untuk membubarkan KPK, serta pasang badan untuk tujuh megaproyek DPR yang bukan merupakan arahan DPP.
- Ada kesan silang pendapat antara Fahri selaku Wakil Ketua DPR dan pimpinan PKS lainnya. Silang pendapat itu di antaranya terkait wacana kenaikan gaji dan tunjangan anggota dan pimpinan DPR, serta revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
"FH menyebut pihak-pihak yang menolak revisi UU KPK sebagai pihak yang sok pahlawan dan ingin menutupi boroknya. Padahal, di saat yang sama, WKMS (Wakil Ketua Majelis Syuro) dan Presiden PKS telah secara tegas menolak revisi UU KPK," kata Sohibul ketika itu.
3. Melawan
Fahri tidak terima atas keputusan PKS. Pria kelahiran Sumbawa 1971 itu melawan lewat jalur hukum.
Baca juga: Isi Rekaman Papa Minta Saham
Fahri mengakui, sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), pimpinan dan anggota DPR diberhentikan apabila dipecat dari partai yang mengusungnya.
Namun, Fahri melakukan upaya hukum sehingga pemecatannya itu belum bisa dieksekusi.
Fahri mengatakan, sebenarnya dia tak masalah dipecat dari partai jika tidak sedang memegang jabatan publik.
Baca juga: Papa Minta Saham, JK: Ini Skandal Terbesar Dalam Sejarah Indonesia
Namun, dengan jabatannya sebagai anggota dan pimpinan DPR, dia merasa bertanggung jawab dengan konstituen yang telah memilihnya.
Dalam gugatannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Fahri menuntut PKS membayar ganti rugi materiil Rp 1,6 juta dan imateriil senilai lebih dari Rp 500 miliar.
Mereka yang digugat adalah Presiden PKS Shohibul Iman, Ketua Dewan Syariah Surahman Hidayat, Wakil Ketua Dewan Syuro Hidayat Nur Wahid, Abdul Muis dan Abi Sumaid.
Baca juga: Ketua Majelis Syuro PKS Nilai Pernyataan Sohibul soal Fahri Bukan Pencemaran Nama Baik
Fahri juga menuntut PKS untuk mengembalikan nama baiknya.
4. PKS tunjuk Ledia Hanifa
DPP PKS memutuskan menunjuk politisi perempuan Ledia Hanifa sebagai pengganti Fahri di jajaran pimpinan DPR.
Namun, putusan PKS tersebut tidak langsung dieksekusi. Pimpinan DPR lain menganggap keputusan PKS tersebut belum bisa ditindaklanjuti karena Fahri tengah menempuh jalur hukum.
Baca juga: Dipanggil Polisi 3 Kali, Fahri Merasa Sohibul Ingin Menunda Kasus
Dalam Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2015 tentang Tata Tertib DPR diatur, jika anggota diberhentikan oleh partai politiknya dan mengajukan keberatan melalui pengadilan, pemberhentiannya baru sah setelah ada putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
5. PKS desak pergantian pimpinan DPR
PKS terus mendesak agar DPR mengganti Fahri sebagai Wakil Ketua DPR tanpa menunggu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Menurut PKS, putusan berkekuatan hukum tetap hanya untuk memastikan apakah Fahri tetap menjadi anggota DPR atau tidak.
Baca juga: Ketua PKS DKI Bawa 13 Bukti Fahri Hamzah Cermarkan Nama Baik Partai
Namun, Fahri merasa masih menjadi anggota DPR. Ia tetap memimpin rapat-rapat paripurna DPR.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akhirnya memenangkan sebagian gugatan Fahri.
Semua putusan dari DPP PKS dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum. Artinya, Fahri masih sah sebagai kader PKS, anggota DPR dan Wakil Ketua DPR.
Baca juga: Yang Dipakai Fahri Hamzah untuk Serang Kekuasaan Itu Pasal Karet
Majelis hakim juga memerintahkan tergugat agar membayar ganti rugi imateril sebesar Rp 30 miliar.
DPO PKS kemudian mengajukan banding. PKS menganggap pemecatan Fahri Hamzah di internal partai sudah final. Fahri tetap tidak dianggap sebagai kader PKS.
6. F-PKS Walkout
Sejumlah anggota F-PKS sempat walk out atau keluar dari Ruang Sidang Paripurna, Selasa (30/5/2017), lantaran Fahri memimpin rapat.
Fahri yang telah dipecat PKS dianggap tak memiliki legitimasi untuk memimpin rapat. Para anggota F-PKS mengaku akan terus walkout jika Fahri yang memimpin sidang.
Baca juga: Fahri Hamzah Akan Cabut Laporan ke Polisi Jika Sohibul Iman Mengundurkan Diri
Terakhir, F-PKS kembali menyampaikan usulan pencopotan Fahri Hamzah dari kursi Wakil Ketua DPR.
Usulan itu disampaikan pada rapat Badan Musyawarah, Senin (11/12/2017), kemudian dibawa ke rapat paripurna pada yang sama.
Namun, pimpinan DPR menyebut bahwa surat PKS tersebut baru akan diproses setelah masa reses berakhir.
Adapun Fahri meminta PKS tunduk pada putusan pengadilan yang memenangkannya. Ia meminta PKS dan semua pihak menunggu putusan banding tersebut sebelum mengambil langkah selanjutnya.