Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perludem Ungkap Sejumlah Alasan Perpindahan Kader Partai Jelang Pemilu

Kompas.com - 21/07/2018, 14:27 WIB
Reza Jurnaliston,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menuturkan, fenomena kader partai politik pindah ke partai politik lain saat pemilu bukan hal baru.

Menurut dia, kejadian seperti itu sudah terjadi sejak lama, dan kerannya semakin terbuka setelah Indonesia kembali mengalami kondisi multipartai pasca-reformasi.

Apalagi, reformasi memungkinkan terbentuknya partai politik baru yang menawarkan ideologi yang lebih "segar" ketimbang era Orde Baru.

"Pemilu pertama pasca-reformasi, kader pindah partai karena memang ada saluran ideologi yang sebelumnya belum terfasilitasi. Kemudian mendapatkan sarananya melalui partai-partai baru yang terbentuk pasca-reformasi dan menjadi peserta Pemilu 1999," tutur Titi saat dihubungi, Sabtu (21/7/2018).

Baca juga: Fenomena Kader Pindah Partai Jelang Pemilu 2019, Ada Apa?

Titi menuturkan, pasca-Pemilu 1999, fenomena kader pindah partai sebagian besar akibat tarik-menarik kepentingan, terutama dalam mendulang suara.

Menurut Titi, alasan kader partai "loncat" dari satu parpol ke parpol lain disebabkan bertemunya dua kepentingan pragmatis.

"Kepentingan partai untuk mengusung caleg-caleg yang bisa menggaet suara pemilih, bertemu dengan kepentingan para kader yang ingin memastikan keterpilihan atau kemenangannya melalui partai yang dianggap lebih akomodatif pada tujuannya tersebut," kata Titi.

Selain itu, kata Titi, perpindahan kader juga disebabkan kondisi partai yang mengalami perpecahan atau kisruh di internal.

"Sebut saja (Partai) Hanura dan PKPI. Partai Hanura sampai hari ini masih mengalami sengketa di antara para pengurusnya. Ini yang membuat beberapa kader pindah partai, karena ingin mengamankan pencalonannya pada pemilu legislatif mendatang," kata dia.

"Jadi mereka (caleg) ingin memastikan bahwa mereka tetap bisa menjadi calon ketika partainya bersengketa. Pilihan yang paling pragmatis adalah pindah ke partai lain yang tidak mengalami masalah atau sengketa internal kepengurusan," ucap Titi.

Baca juga: Megawati: Jangan Pilih Pemimpin yang Suka Pindah-pindah Partai

Lebih lanjut, Titi menuturkan "pembajakan" kader parpol lain didorong oleh ambang batas parlemen (parliamentary threshold) pada Pemilu 2019 sebesar 4 persen suara sah nasional untuk dapat mendudukkan wakilnya di parlemen.

Kader partai kecil khawatir partainya tak lolos ambang batas tersebut, sehingga pindah ke partai yang lebih besar.

"Ada kader yang pindah partai karena khawatir partai tempatnya semula bernaung tidak lolos ambang batas parlemen 4 persen. Jadi daripada dia tidak bisa melenggang ke Senayan, lebih baik dia pindah ke partai yang bisa menjanjikan kemenangan," tutur Titi.

Namun, Titi menegaskan bahwa perpindahan kader bukanlah sesuatu yang baik, bahkan bisa melemahkan parpol sebagai institusi demokrasi.

Bagi Titi, perpindahan kader yang berdasarkan iming-iming semata dapat mencoreng marwah demokrasi, serta upaya untuk mewujudkan parlemen yang modern, bersih, antikorupsi, dan politik representatif.

"Ketika kader bisa pindah begitu saja tanpa melalui internalisasi Ideologi dan nilai-nilai yang menjadi platform partai maka partai politik tidak ubahnya seperti bisnis event organizer yang bisa menerima dan menampung siapa pun untuk menjadi caleg yang akan diusung oleh partainya," kata dia.

Kompas TV Sesuai peraturan KPU nomor 20 tahun 2018 maka mereka diharuskan mengundurkan diri sebagai anggota dewan terlebih dahulu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Nasional
Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com