JAKARTA, KOMPAS.com - Muhammad Syahrial selaku mantan Deputi Aset Manajemen Kredit (AMK) Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (12/7/2018).
Syahrial bersaksi untuk terdakwa mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung.
Dalam persidangan, Syahrial mengaku bahwa BPPN pernah dua kali menggelar rapat terkait penyelesaian utang petambak kepada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).
Baca juga: Hasil Kajian Akuntan Publik, Piutang BDNI kepada Petambak Tergolong Macet
Utang para petambak itu dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM).
"Ada dua kali rapat, tanggal 21 dan 29 Oktober 2003," ujar Syahrial kepada jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Syahrial, sesuai notulen rapat pada 21 Oktober 2003, Kepala BPPN menegaskan aset plasma (petambak) tidak dibebankan pada perusahaan inti, yakni PT DCD dan PT WM.
Baca juga: Tim Hukum BPPN Sebut Sjamsul Nursalim Sembunyikan Fakta Penjamin Utang Petambak
Adapun, kedua perusahaan inti tersebut dimiliki oleh pemegang saham BDNI, Sjamsul Nursalim.
Instuksi tersebut diperintahkan Syafruddin selaku Kepala BPPN saat itu kepada Deputi Aset Manajemen Investasi (AMI).
"Tapi saya tidak tahu yang melatar belakangi instruksi itu, karena AMI itu unit kerja yang berbeda," kata Syahrial.
Baca juga: Diduga Selewengkan Dana BLBI, BDNI Sempat Ditegur BI Berulang Kali
Menurut Syahrial, dalam rapat kedua pada 29 Oktober 2003, Deputi AMI menanggapi instruksi Syafruddin.
AMI menjelaskan bahwa memang pihak Sjamsul Nursalim sudah pernah memberikan disclosure atau pengungkapan informasi keuangan.
Dengan demikian, menurut Syahrial, AMI menganggap pihak Sjamsul Nursalim tidak melakukan misrepresentasi terkait utang petambak pada BDNI yang dijamin oleh PT DCD dan PT WM.
Baca juga: KPK Pelajari Kesaksian Kwik Kian Gie soal Peran Megawati dalam SKL BLBI
Dalam kasus ini, Syafruddin didakwa merugikan negara sekitar Rp 4,5 triliun terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI kepada BDNI.
Menurut jaksa, perbuatan Syafruddin telah memperkaya Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali BDNI tahun 2004.
Menurut jaksa, Syafruddin selaku Kepala BPPN diduga melakukan penghapusan piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM).
Baca juga: Cerita Kwik Kian Gie Saat Megawati Setuju Terbitkan Inpres SKL BLBI
Selain itu, Syafruddin disebut telah menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham.
Padahal, menurut jaksa, Sjamsul Nursalim belum menyelesaikan kewajibannya terhadap kesalahan dalam menampilkan piutang BDNI kepada petambak, yang akan diserahkan kepada BPPN. Kesalahan itu membuat seolah-olah sebagai piutang yang lancar (misrepresentasi).