JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Direktur Pengawasan Bank pada Bank Indonesia, Iwan Ridwan Prawiranata mengaku pernah berulang kali menegur Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI). Menurut Iwan, saat itu BI menduga ada penyimpangan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang disalurkan pada BDNI.
Hal itu dikatakan Iwan saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (21/6/2018). Iwan bersaksi untuk terdakwa mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung.
"Sudah dipanggil, dikasih surat pembinaan dan diberikan action plan," ujar Iwan.
Menurut Iwan, penyimpangan itu berupa penyaluran dana kepada perusahaan lain di dalam grup yang sama.
Baca juga: Pengacara Syafruddin Sebut Korupsi BLBI Terjadi Akibat Pengawasan BI yang Lemah
Meski demikian, menurut Iwan, saat itu BDNI tidak pernah melakukan perbaikan atas teguran dan pembinaan yang dilakukan BI. Dugaan peyimpangan dana BLBI malah semakin menjadi.
"Kelihatannya tidak berubah. Masalahnya tidak terselesaikan," kata Iwan.
Sesuai prosedur, bank yang bermasalah dan tidak dapat mengembalikan uang pemerintah, bank yang bersangkutan diambil alih (take over) oleh pemerintah. Pada tahun 1998, bank diambil alih karena tidak dapat mengembalikan BLBI.
Dalam kasus ini, Syafruddin didakwa merugikan negara sekitar Rp 4,5 triliun terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI kepada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).
Baca juga: Cerita Mantan Menkeu Tanda Tangan Surat Utang BLBI Rp 144 Triliun
Menurut jaksa, perbuatan Syafruddin telah memperkaya Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali BDNI tahun 2004. Keuntungan yang diperoleh Sjamsul dinilai sebagai kerugian negara.
Menurut jaksa, Syafruddin selaku Kepala BPPN diduga melakukan penghapusan piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM). Selain itu, Syafruddin disebut telah menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham.
Padahal, menurut jaksa, Sjamsul Nursalim belum menyelesaikan kewajibannya terhadap kesalahan dalam menampilkan piutang BDNI kepada petambak, yang akan diserahkan kepada BPPN. Kesalahan itu membuat seolah-olah sebagai piutang yang lancar (misrepresentasi).