PERHELATAN electoral 2018 yang dilaksanakan serentak pada 27 Juni 2018 di 171 daerah (17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten) telah usai digelar.
Berbagai lembaga survei telah mengumumkan hasil penghitungan cepat (quick qount) dan menunjukkan kandidat yang meraih perolehan suara tertinggi. Meski tetap saja, secara resmi kita semua menunggu hasil real qount dari Komisi Pemilihan Umum.
Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 2 Tahun 2018 tentang tahapan jadwal pilkada, disebutkan bahwa rekapitulasi, penetapan, dan pengumuman hasil penghitungan suara untuk pemilihan kepala daerah tingkat kabupaten/kota berlangsung pada 4-6 Juli 2018. Adapun untuk tingkat provinsi pada 7-9 Juli 2018.
Proses pemungutan dan penghitungan suara pada Pilkada 2018 secara umum berlangsung kondusif dan aman.
Hal ini dibuktikan dengan antusiasme masyarakat sebagai pemilih yang hadir ke TPS pada hari H juga ikut serta melakukan pengawasan partisipatif di masa tenang.
Tak hanya itu, kini masyarakat pun sudah cerdas dan dewasa dalam menentukan kandidat kepala daerah serta perbedaan pilihan. Bahkan beberapa ormas seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama mengeluarkan pernyataan pers terkait pelaksanaan Pilkada 2018.
Ini menandakan bahwa demokrasi lokal di Indonesia semakin matang. Harapan rakyat untuk menjadikan Pilkada 2018 sebagai pintu masuk lahirnya demokrasi yang beradab tidaklah semu.
Francis Fukumaya (2011) mengatakan, demokrasi di abad ke-21 seperti berada di persimpangan jalan, yang tampil dengan wajah variatif dan berbeda. Ini artinya demokrasi yang diaplikasikan di era "zaman now" ini bukan lagi demokrasi yang membasi, tetapi demokrasi yang memberadabkan rakyat untuk menjadi pemilih rasional serta mampu memperjuangkan kebutuhan nyata dengan kesadaran tinggi.
Meski demikian, tak dapat dimungkiri bahwa di sebagian daerah pada Pilkada 2018 menyisakan berbagai macam persoalan. Beberapa permasalahan yang menjadi kendala keberlangsungan pemungutan suara selalu saja terjadi, tetapi tak signifikan.
Contohnya kendala kondisi cuaca, lambatnya distribusi logistik ke tempat pemungutan suara, akurasi daftar pemilih, dugaan politik uang, surat suara hilang dan terjadinya pemungutan suara ulang di beberapa TPS.
Pengalaman berdemokrasi dalam laga Pilkada 2018 seharusnya menjadi catatan dan pelajaran penting bagi kita semua.
Ajang demokrasi yang sudah dilaksanakan ini tak hanya dijadikan sebagai prosedur hajatan lima tahunan, tetapi sejatinya mampu menghasilkan pemimpin daerah yang berkualitas, prorakyat, inovatif dan mengutamakan kepentingan rakyat diatas segala-galanya.
Siap menang dan siap kalah
Layaknya sebuah kompetisi dalam pemilihan, menang dan kalah adalah sebuah keniscayaan. Kandidat kepala daerah harus siap menerima apapun hasilnya.
Sejak awal ditetapkan sebagai pasangan calon, mestinya kandidat sudah memiliki jiwa patriotisme yang tinggi, berikrar siap menang dan siap kalah. Jiwa patriotisme ini pun tak hanya berlaku bagi pasangan calon tapi juga seluruh tim pemenangan, relawan ataupun pendukung lainnya.