Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Tolak Memproses Uji Materi Penggemar Jusuf Kalla

Kompas.com - 28/06/2018, 10:56 WIB
Ihsanuddin,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi menolak memproses uji materi yang diajukan oleh kelompok yang ingin Jusuf Kalla bisa maju kembali sebagai Wakil Presiden pada Pilpres 2019.

MK menyatakan, para pemohon tidak mempunyai legal standing atau kedudukan hukum untuk mengajukan uji materi.

"Menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusan, di Gedung MK, Jakarta, Kamis (28/6/2018).

Baca juga: Demokrat Pertimbangkan Opsi JK-AHY di Pilpres 2019

Uji materi ini terdaftar dengan nomor perkara 36/PUU-XVI/2018 dan 40/PUU-XVI/2018. Perkara Nomor 36 diajukan oleh Muhammad Hafidz dkk.

Sementara perkara nomor 40 didaftarkan oleh Banyak Sanjaya dkk.

Dalam perkara ini, para pemohon mengajukan uji materi terhadap Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Pada intinya, para pemohon menginginkan ketentuan yang mengatur masa jabatan presiden dan wakil presiden hanya dua kali, tidak ditafsirkan secara berturut-turut.

Baca juga: Opsi JK-AHY di Pilpres 2019 Akan Sulit Terwujud

Dengan begitu, Jusuf Kalla yang sudah pernah menjabat wakil presiden pada periode 2004-2009 dan 2014-2019, bisa kembali maju sebagai pasangan Joko Widodo pada pemilihan presiden mendatang.

Pemohon yang mengaku sebagai penggemar Jusuf Kalla merasa dirugikan hak konstitusionalnya apabila Kalla tidak bisa maju lagi mendampingi Jokowi dalam Pilpres 2019.

Sebab, selama ini duet Jokowi-JK dinilai memiliki komitmen nyata dalam penciptaan lapangan kerja.

Namun, MK menyatakan para pemohon tak punya kedudukan hukum untuk mengajukan uji materi.

"Menurut Mahkamah, para pemohon sebagai pembayar pajak, tidak serta merta memiliki kedudukan hukum atau legal standing dalam mengajukan setiap permohonan pengujian undang-undang," kata Hakim MK I Dewa Gede Palguna saat membacakan pertimbangan putusan.

Baca juga: Bagi PDI-P, Jusuf Kalla Figur Ideal Dampingi Jokowi pada Pilpres 2019

Ia mengatakan, para pemohon dapat memiliki kedudukan hukum apabila mereka dapat menjelaskan adanya keterkaitan logis bahwa pelanggaran hak konstitusional dengan berlakunya undang-undang yang diuji ada keterkaitan sebagai statusnya pembayar pajak.

Namun, para pemohon tidak bisa menjelaskan hal itu.

"Dengan demikian, alasan untuk mengajukan pengujian norma baik berupa pasal, ayat, norma, atau bagian tertentu dari undang-undang termasuk penjelasannya, tidak cukup hanya mendalilkan sebagai pembayar pajak, tanpa terlebih dahulu menjelaskan kerugian konstitusional yang nyata atau potensial," kata Palguna.

Selain itu, lanjut Palguna, para pemohon juga bukanlah orang yang menjabat sebagai Presiden atau Wapres dalam dua kali masa jabatan yang sama secara tidak berturut-turut.

"Menimbang bahwa tidak ada kerugian konstitusional yang dialami oleh para pemohon baik yang bersifat aktual ataupun yang berpotensial," ujarnya.

Dengan demikian, kata dia, maka Mahkamah tidak memiliki keraguan sedikit pun untuk menyatakan para pemohon tidak memiliki legal standing.

"Meskipun Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo, namun oleh karena para pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum untuk bertindak sebagai pemohon, maka pokok permohonan tidak dipertimbangkan," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Ahli Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Ahli Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com