Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa Agung: Bukti Minim, Siapapun Pemimpin Sulit Bawa Kasus HAM ke Peradilan

Kompas.com - 01/06/2018, 15:17 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan, membawa perkara pelanggaran HAM berat masa lalu ke ranah hukum adalah langkah yang sulit.

Bahkan, ia yakin siapapun yang menjadi presiden dan jaksa agung, tetap akan sulit melangkah ke arah itu.

"Kita harus jujur, siapapun yang memimpin negeri ini, siapapun jaksa agungnya, siapapun Komnas HAM-nya, pasti sulit untuk melanjutkan (perkara pelanggaran HAM berat masa lalu) ke proses hukum atau ke peradilan," ujar Prasetyo saat dijumpai di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Jumat (1/6/2018).

Baca juga: Peserta Kamisan Minta Jokowi Akui Terjadinya Sejumlah Pelanggaran HAM

Terdapat enam perkara pelanggaran HAM berat yang telah diteliti Kejaksaan Agung. Bahkan, penelitian itu melibatkan Komnas HAM.

Berdasarkan koordinasi itu, lanjut Prasetyo, semua pihak menyadari bahwa hasil penyelidikan terhadap enam perkara pelanggaran HAM berat masa lalu yang telah dilaksanakan sebelumnya bukan bukti otentik.

"Kami konsinyering dengan Komnas HAM di Bogor. Hampir sepekan kami di sana membedah satu per satu, Peristiwa 1965, Penembakan Misterius, penculikan aktivis, Kasus Talang Sari, Tragedi Trisakti. Semua mengatakan, buktinya masih minim," ujar Prasetyo.

"Akhirnya semua menyadari bahwa yang ada itu, hasil penyelidikan itu hanya asumsi, opini saja, bukan bukti. Sementara yang namanya proses hukum itu kan perlu bukti, bukan opini," lanjut dia.

Baca juga: Peserta Kamisan Minta Jaksa Agung Tindaklanjuti Temuan Komnas HAM

Sementara itu, Kejaksaan Agung berpendapat, tidak mungkin melakukan penyelidikan atas kasus-kasus tersebut saat ini.

Sebab, peristiwa tersebut sudah berlangsung lama. Pihak-pihak yang diduga terlibat di dalamnya banyak yang sudah meninggal dunia.

Oleh sebab itu, pemerintah menawarkan jalan non yudisial bagi penyelesaian sejumlah kasus tersebut.

"Makanya kembali kami pikir yang lebih baik adalah penyelesaian secara non yudisial. Sudah lah, bangsa ini sudah capek dengan kasus-kasus itu. Kalau itu sudah selesai, kan tentunya kita mulai dengan bab baru," ujar dia.

Baca juga: Suciwati Munir Khawatir Pertemuan Jokowi dengan Peserta Kamisan hanya Simbolis di Tahun Politik

Namun, ia mengakui, ada gerakan masyarakat yang mewakili keluarga korban yang tak setuju terhadap cara non yudisial ini.

Ia berharap mereka melunak agar pemerintah bisa melanjutkan menyelesaikan perkara pelanggaran HAM berat pada masa lalu.

"Ini yang harus dipahami bersama. Bukan kami enggak mau menyelesaikan, bukan," ujar dia.

Peserta aksi Kamisan sebelumnya meminta Kejaksaan Agung segera menindaklanjuti temuan Komnas HAM terkait sejumlah pelanggaran HAM masa lalu.

Halaman:


Terkini Lainnya

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com