JAKARTA, KOMPAS.com - Amnesty International Indonesia mengingatkan, implementasi revisi Undang-Undang Antiterorisme harus mematuhi kewajiban hak asasi manusia internasional.
Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai bahwa proses penangkapan atau penahanan terhadap para terduga teroris harus adil.
“Otoritas di Indonesia harus memastikan bahwa para tahanan tidak dibatasi haknya untuk mendapatkan akses ke pengacara, atau perwakilan keluarga atau pihak ketiga yang mewakili mereka secara hukum," kata Usman dalam keterangan persnya, Sabtu (26/5/2018).
Baca juga: UU Antiterorisme Sah, Polri Diharapkan Perkuat Deteksi Dini Ancaman
Usman juga berharap agar otoritas di Indonesia harus memastikan implementasi dari undang-undang tersebut berjalan sesuai dengan kewajiban internasional mengenai pelarangan penggunaan penyiksaan dan bentuk penyiksaan yang tidak manusiawi terhadap para terduga teroris yang ditangkap dan ditahan.
Ia menegaskan, langkah-langkah itu demi menjaga prinsip kehati-hatian dalam pelaksanaan undang-undang tersebut.
Sebab, kata dia, revisi yang baru masih berisi pasal-pasal yang rawan multitafsir dan bisa mengancam HAM, terutama dalam soal penangkapan dan penahanan.
“Regulasi tersebut beresiko menimbulkan adanya penahanan sewenang-wenang, tindak penyiksaan, serta perlakuan sewenang-wenang lainnya dan juga bisa memperluas ruang lingkup penerapan hukuman mati," kata dia.
Baca juga: Kontras Minta Aparat Hati-hati Jalankan UU Antiterorisme
Usman juga khawatir adanya keterlibatan militer dalam penanganan aksi terorisme. Ia berharap ada aturan tambahan yang mengatur secara jelas terkait mekanisme pelibatan TNI dalam penanganan terorisme.
“Frasa-frasa ambigu yang terdapat dalam undang-undang tersebut juga dapat digunakan oleh otoritas untuk membatasi hak untuk berekspresi dan berkumpul serta dapat disalahgunakan untuk mengekang segala kegiatan demonstrasi politik damai di masa akan datang," katanya.
Usman mengingatkan bahwa syarat dalam hukum internasional tentang hak asasi manusia telah memandatkan frasa-frasa dalam hukum kriminal harus diformulasikan secara jelas.
Baca juga: UU Antiterorisme Sah, Muncul Kekwatiran Polri Langgar HAM
Hal itu agar orang-orang bisa mengetahui secara jelas tindakan apa yang dilarang dan sebaliknya dalam suatu produk hukum.
Sebelumnya, DPR resmi mengesahkan Revisi Undang-undang (RUU) No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (Antiterorisme) menjadi undang-undang.
Undang-undang Antiterorisme disahkan pada rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (25/5/2018).
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.