Sementara itu, Anggota Pansus RUU Antiterorisme dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani berpendapat bahwa frasa motif politik, ideologi dan ancaman terhadap keamanan negara seharusnya masuk dalam definisi terorisme.
Selain untuk memperjelas definisi terorisme, Arsul yakin frasa tersebut tidak akan membatasi aparat penegak hukum dalam bertindak.
"Frasa ini tidak akan melimitasi kerja-kerja penegak hukum di lapangan," ujar Arsul dalam rapat Tim Perumus RUU Antiterorisme di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/5/2019).
Baca juga: Polri: Saat Ini Kopassus Sudah Bersama Densus 88 Berantas Terorisme
Di sisi lain, agar tidak menyulitkan aparat penegak hukum, definisi terorisme bisa diterapkan secara kumulatif.
Artinya, aparat bisa bertindak jika salah satu unsur dalam definisi terorisme itu terjadi, misalnya suatu tindakan mengakibatkan korban dengan jumlah yang banyak atau merupakan gangguan keamanan.
"Karena bisa juga tidak ada motif politik ideologi, tapi merupakan gangguan keamanan," kata Arsul.
Karena tidak menemui kata sepakat, akhirnya rapat tim perumus membuat definisi alternatif dengan memasukkan motif ideologi, politik dan gangguan keamanan.
Definisi alternatif tersebut berbunyi Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.
Dua definisi tersebut nantinya akan dibahas kembali dan disepakati oleh DPR dan Pemerintah dalam Rapat Kerja. Rencananya, Rapat Kerja akan digelar pada Rabu 30 Mei 2018 mendatang.