JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto berpendapat bahwa pemerintah perlu memperkuat jajaran TNI, Polri, dan lembaga intelijen dalam menghadapi maraknya aksi terorisme yang terjadi belakangan ini.
Menurut Prabowo, persoalan terorisme saat ini tidak dapat diselesaikan secara parsial atau hanya oleh salah satu unsur pemerintah saja.
Oleh sebab itu, dibutuhkan kontribusi dari seluruh pemangku kepentingan dalam menanggulangi terorisme.
"Kita butuh Polri yang sangat kuat dan sangat profesional. Kita juga butuh TNI yang sangat kuat dan profesional. Kita butuh intelijen yang sangat hebat," ujar Prabowo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/5/2018).
"Semua pihak saya kira harus kerja sama, harus kompak menghadapi ini dengan serius, dengan bijak," ucap Prabowo.
Baca juga: Wapres Kalla Sebut Tak Ada Negara yang Aman dari Terorisme
Selama ini, lanjut Prabowo, Partai Gerindra selalu mendorong anggaran pertahanan dan keamanan, khususnya TNI, ditingkatkan.
Hal itu bertujuan agar TNI bisa maksimal dalam menjaga keamanan negara dari berbagai ancaman teror.
Selain itu, Prabowo juga mengingatkan bahwa persoalan terorisme jangan dianggap remeh. Sebab, pemikiran radikalisme lebih cepat menyebar di era perkembangan teknologi yang telah berkembang pesat.
"Saya dan Gerindra dari dulu selalu mengingatkan jangan sampai masalah ini (terorisme) dianggap remeh. Sebagai contoh kami terus minta anggaran untuk TNI ditingkatkan, bukan untuk mengancam negara lain tetapi untuk menjaga keamanan bangsa kita," tuturnya.
Baca juga: Wakil Ketua Majelis Syuro PKS: Terorisme Bentuk Penyimpangan Agama
Sebelumnya, aksi teror kembali terjadi di markas kepolisian. Empat terduga teroris menyerang Mapolda Riau pada Rabu (16/5/2018).
Dari lokasi penyerangan, polisi menyita tiga buah pedang yang digunakan pelaku untuk menusuk polisi. Sementara, satu orang polisi meninggal dunia karena ditabrak terduga teroris.
Pada Senin (14/5/2018) aksi teror bom bunuh diri terjadi di Mapolrestabes Surabaya. Empat anggota polisi dan enam warga sipil terluka dalam peristiwa tersebut.
Peristiwa itu terjadi sehari setelah serangan bom di tiga gereja, yakni Gereja Maria Tak Bercela, Gereja Kristen Indonesia dan Gereja Pantekosta Pusat.