JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim yang mengadili terdakwa Setya Novanto tidak setuju dengan keberatan penasehat hukum terkait rekaman yang dijadikan alat bukti.
Rekaman yang dimaksud adalah rekaman wawancara Johannes Marliem oleh penyidik Biro Investigasi Federal Amerika Serikat (FBI).
Hal itu disampaikan majelis hakim saat membacakan pertimbangan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (24/4/2018).
Dalam nota pembelaan atau pleidoi, penasehat hukum Novanto menilai, rekaman itu tak dapat dijadikan alat bukti. Sebab, tidak memenuhi persyaratan sebagai alat bukti yang sah.
"Majelis tidak sependapat, karena alat bukti itu bukan satu-satunya yang diajukan jaksa. Tapi didukung alat bukti lain," ujar hakim Anwar saat membaca pertimbangan.
(Baca juga : Setya Novanto Divonis 15 Tahun Penjara)
Selain itu, menurut hakim, dalam persidangan ada rekaman lain yang berisi percakapan antara Johannes Marliem dan Direktur PT Quadra Solutions Anang Sugiana Sudihardjo.
Bahkan, pembicaraan di dalam isi rekaman itu dibenarkan oleh Anang saat bersaksi.
"Maka pembelaan itu tidak punya alasan hukum dan harus ditolak," kata hakim Anwar.
Johannes Marliem yang mewakili perusahaan Biomorf Mauritius mengaku pernah diminta beberapa kali menyetorkan uang melalui money changer.
(Baca juga : Setya Novanto Divonis Bayar Uang Pengganti Sekitar Rp 66 Miliar)
Uang-uang tersebut kemungkinan ditujukan kepada Setya Novanto.
Hal itu diketahui dari rekaman wawancara Johannes Marliem dengan penyidik FBI. Rekaman itu diputar jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (22/2/2018).
Berikut petikan kata-kata Marliem dalam transkrip wawancara yang ditampilkan jaksa KPK:
"Mereka meminta Rajesh untuk benar-benar mengirimkannya dari Mauritius."
"Karena saya mendapat arahan yang mengatakan kirim uang ke sini, kirim uang ke sana. Jadi saya menyampaikannya ke Rajesh".
"Sebagian akan ke money changer, namanya saya tidak ingat. Karena itulah saya sampaikan kepada KPK, 'Anda ingin melacak dana?".
"Itu yang saya katakan. Ya bisa jadi Novanto".
(Baca juga : Hakim Cabut Hak Politik Setya Novanto)
Novanto divonis 15 tahun penjara dan diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Novanto juga diwajibkan membayar uang pengganti 7,3 juta dollar AS dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik.
Jika menggunakan kurs rupiah tahun 2010, totalnya sekitar Rp 66 miliar.