Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kalah Praperadilan, Bareskrim Yakin Penyitaan Kapal Equanimity Sesuai Aturan

Kompas.com - 18/04/2018, 07:34 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Meski menerima putusan praperadilan, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Rudy Heriyanto meyakini penyitaan kapal Equanimity sudah sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Dalam putusan praperadilan, hakim menyatakan penyitaan kapal tersebut tidak sah.

"Kami yakin penyitaan yang kami lakukan adalah sah. Menurut kami sudah sesuai," ujar Rudy di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (17/4/2018).

Menurut Rudy, ada perbedaan dasar hukum yang melandasi penyitaan itu.

Baca juga : Patuhi Putusan Praperadilan, Polri Akan Kembalikan Kapal Equanimity

Polri menyita berdasarkan KUHAP, sementara hakim praperadilan mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana.

Berdasarkan undang-undang tersebut, seharusnya permintaan bantuan penyitaan disampaikan kepada Menteri Hukum dan HAM. Selanjutnya, menteri meneruskan kepada Polri untuk kepentingan penyidikan.

"Penyitaan kita kan berdasar KUHAP. Tapi menurut pengadilan harus mekanisme UU Nomor 1 tahun 2006. Jadi beda persepsi," kata Rudy.

Rudy mengatakan, saat itu penyitaan dilakukan setelah berkoordinasi dengan FBI. Mereka khawatir kapal tersebut akan meninggalkan wilayah sehingga diambil keputusan mendesak.

"Ternyata dianggap tidak sah karena ada mekanisme tersendiri terkait penanganan hukum di luar negeri," kata Rudy.

Baca juga : Pengadilan Perintahkan Polri Kembalikan Kapal Equanimity yang Disita di Bali

Saat ini, pihak FBI belum berkoordinasi dengan Bareskrim Polri terkait putusan praperadilan. Rudy menyerahkan pada pihak FBI apakah selanjutnya akan berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM sebagaimana yang diputuskan hakim.

Yang jelas, kata dia, tidak ada upaya hukum lain bagi Polri untuk melawan putusan tersebut. Oleh karena itu, dalam waktu dekat Polri akan melaksanakan putusan hakim.

"Kami dari Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus akan mematuhi perintah PN Jaksel utk segera mengembalikan kapal pesiar tersebut ke pemiliknya," ujar Rudy.

Sebelumnya, dalam amar putusan praperadilan, hakim Ratmoho memerintahkan Polri untuk mengembalikan kapal Equanimity kepada pemiliknya.

Hakim menilai penyitaan kapal tersebut tak memiliki dasar hukum.

"Menyatakan penyitaan kapal Equanimity berdasarkan surat perintah Polri tanggal 26 Februari 2018 adalah tidak sah dan tidak berdasar hukum. Membatalkan surat penyitaan Polri tanggal 26 Februari 2018. Menghukum termohon untuk mengembalikan kapal pesiar tersebut kepada pemohon," ujar Ratmoho.

Baca juga : Terkait Proses Hukum Kapal Equanimity, Polri Akan Serahkan ke FBI

Halaman:


Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com