JAKARTA, KOMPAS.com — Terdakwa dalam kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP) Setya Novanto membacakan sebuah puisi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (13/4/2018).
Pembacaan puisi menjadi penutup nota pembelaan atau pleidoi yang disampaikan Novanto.
Saat mantan Ketua DPR itu membaca puisi, pengunjung sidang hening dan mendengarkan dengan saksama setiap kata yang diucapkan.
(Baca juga: Setya Novanto Minta Maaf jika Tak Kooperatif Sejak Penyidikan)
Ketua Majelis Hakim Yanto yang mempersilakan Novanto membaca puisi dengan serius ikut memperhatikan.
Yanto sempat mengerutkan dahi dan tertegun di sela-sela Novanto membacakan puisi buatan Linda Djalil tersebut.
Istri Novanto, Deisti Astriani Tagor, yang duduk di barisan paling depan bangku pengunjung sidang memberikan respons berbeda. Deisti tampak beberapa kali mengusap air matanya.
(Baca juga: Sampaikan Pembelaan, Novanto Bagi-bagi Buku tentang Prestasinya)
Berikut puisi tersebut:
Di Kolong Meja
Di kolong meja ada debu yang belum tersapu karena pembantu sering pura-pura tak tahu.
Di kolong meja ada biangnya debu yang memang sengaja tak disapu.
Bersembunyi berlama-lama karena takut dakwaan seru melintas membebani bahu.
Di kolong meja tersimpan cerita seorang anak manusia menggapai hidup, gigih dari hari ke hari meraih ilmu dalam keterbatasan.
Untuk cita-cita kelak yang bukan semu tanpa lelah dan malu bersama debu menghirup udara kelabu.
Di kolong meja muncul cerita sukses anak manusia, yang semula bersahaja akhirnya bisa diikuti siapa saja karena cerdas caranya bekerja.
Di kolong meja ada lantai yang mulus tanpa cela, ada pula yang terjal bergelombang siap menganga menghadang segala cita-cita.