Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilkada Lewat DPRD Dinilai Tak Atasi Politik Uang, Ini Saran Perludem

Kompas.com - 11/04/2018, 11:41 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menegaskan, biaya politik tinggi tidak bisa dijadikan alasan untuk mengubah sistem pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung menjadi pilkada lewat DPRD.

Titi menilai, justru para calon kepala daerah yang sering menjebak dirinya sendiri dalam ongkos politik yang mahal.

"Sekali lagi, biaya politik tinggi yang menjebak kepala daerah, justru dikeluarkan untuk hal-hal yang haram dilakukan dalam hukum pilkada," kata Titi dalam keterangan resminya, Rabu (11/4/2018).

Menurut dia, DPR dan pemerintah akan jauh lebih produktif jika melakukan perbaikan terhadap sistem pemilihan kepala daerah yang telah ada.

(Baca juga: Wacana Pilkada Lewat DPRD Dinilai untuk Hindari Politik Uang dan Korupsi)

Pertama, keduanya perlu membangun norma hukum di dalam Undang-Undang Pilkada untuk menjatuhkan sanksi bagi partai atau calon yang terlibat dalam mahar politik.

"Tidak lagi mesti pemberian uang selesai dilakukan. Tetapi, bagi partai politik, jika sudah ada permintaan uang kepada partai politik terkait pencalonan, sanksi tegas sudah bisa dijatuhkan," kata Titi.

Hal yang sama juga akan berlaku bagi calon kepala daerah. Menurut Titi, apabila calon menawarkan janji pemberian tertentu kepada partai politik, maka bisa dikenakan sanksi yang tegas.

Kedua, Perludem meminta DPR dan pemerintah membangun pengaturan belanja kampanye di dalam Undang-Undang Pilkada. Dengan adanya pembatasan belanja kampanye, maka akan melengkapi ketentuan pembatasan sumbangan yang ada di dalam undang-undang sebelumnya.

"Ketiga, menguatkan aparatur penegakan hukum pemilu, untuk lebih tegas melakukan pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran kampanye, khususnya dana kampanye yang tidak jujur, serta penjatuhan sanksi kepada pelaku politik uang," ujar dia.

(Baca juga: Wacana Sistem Pilkada Lewat DPRD yang Kontraproduktif)

Ilustrasi PilkadaKOMPAS/PRIYOMBODO Ilustrasi Pilkada
Titi juga menegaskan bahwa perdebatan terkait dengan mekanisme pemilihan kepala daerah langsung atau melalui DPRD adalah diskursus yang sudah tuntas pada 2014 silam.

Pada saat itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menghentikan perdebatan tersebut dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014.

"Jika wacana mekanisme pemilihan kepala daerah kembali diperdebatkan, ini adalah langkah mundur," kata Titi.

Ia menganggap mencuatnya wacana itu justru semakin memperkeruh pelaksanaan demokrasi di Indonesia.

Terkait dengan alasan biaya politik yang tinggi, Titi juga menganggap alasan tersebut perlu dilihat secara serius, apakah persoalan ini berasal dari sistem pemilihan kepala daerah langsung atau tidak.

"Dari fakta yang terjadi, biaya politik yang tinggi, justru dikeluarkan oleh calon kepala daerah untuk hal-hal sudah dilarang di dalam UU Pilkada," kata Titi.

(Baca juga: PPATK Temukan Transaksi Keuangan Mencurigakan Diduga Terkait Pilkada)

Titi pun mempertanyakan mengapa elite politik harus mengorbankan kedaulatan rakyat dalam menentukan pemimpin daerahnya melalui pilkada langsung.

"Lalu, ketika biaya politik tinggi itu disebabkan oleh partai politik, dan perilaku oknum kepala daerah sendiri, mengapa daulat rakyat untuk menentukan pemimpin daerahnya yang mesti direnggut?" kata Titi.

Perludem melihat pemahaman elite politik atas wacana ini cenderung tidak tepat. Ia pun khawatir wacana ini bisa berdampak buruk dan menghasilkan kekeliruan. Titi menyarankan agar DPR dan pemerintah fokus melakukan perbaikan terhadap sistem pemilihan kepala daerah.

Kompas TV Presiden Joko Widodo meminta ulama membantu pemerintah mendinginkan iklim politik jelang Pilkada serentak 2018.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com