JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo melihat pasal 245 Undang-undang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) mirip dengan cara kerja Undang-undang Pers yang juga memiliki jaminan perlindungan terhadap tugas wartawan.
Dalam pasal 245 UU MD3 dinyatakan bahwa pemeriksaan anggota DPR yang terlibat tindak pidana selain tindak pidana berat atau yang ancaman hukumannya lima tahun ke atas membutuhkan pertimbangan MKD. Setelah MKD membuat pertimbangan, barulah Presiden bisa memberi izin pemeriksaan kepada penegak hukum.
Oleh karena itu, Bambang menilai anggota DPR tidak bisa dijerat oleh hukum ketika sedang menjalankan fungsinya sebagai anggota dewan.
"Kan teman-teman pers juga punya Undang-Undang Pers, bekerja tidak boleh dijerat hukum manakala sedang menjalankan tugas-tugas kewartawanannya," ujar Bambang di Kopi Johny, Kelapa Gading, Jakarta, Minggu (18/3/2018).
Baca juga: Ketua DPR Jamin UU MD3 Tak Digunakan untuk Bungkam Kritik
Oleh karena itu, DPR mengeluarkan UU MD3 untuk melindungi anggotanya ketika sedang bekerja.
Politisi Golkar itu menjelaskan, dalam tugas kewartawanan, seorang wartawan tidak bisa dituntut oleh hukum. Apabila ada potensi tindak pidana, maka wartawan tersebut harus dibawa ke Dewan Pers untuk melihat ada atau tidaknya pelanggaran yang dilakukan oleh wartawan.
"Ketika Dewan Pers menganggap Anda memenuhi ketentuan yang berlaku dan tidak melanggar kode etik, maka bebas. Tapi kalau Dewan Pers menilai melanggar hukum, seperti tidak cover both side, menyerang pribadi seseorang, nah baru kena hukum," kata dia.
Hal yang sama juga berlaku bagi MKD. Bambang menjelaskan bahwa MKD hanya sebatas memberikan pertimbangan yang nantinya akan diserahkan kepada aparat hukum, jika terbukti melakukan tindak pidana.
Bambang menegaskan bahwa kekebalan hukum terhadap anggota DPR tidak berlaku jika terjerat dalam tiga tindak pidana khusus, yakni korupsi, terorisme dan narkoba.
"Jadi enggak ada alasan bagi DPR untuk kebal hukum dari tindak pidana khusus. Itu harus langsung (ditindak)," ujar Bambang.
Baca juga: Menyandarkan Harapan soal UU MD3 ke Bahu MK...
Pada pasal 245 Undang-undang MD3, DPR dan pemerintah sepakat bahwa pemeriksaan anggota DPR harus dipertimbangkan MKD terlebih dahulu sebelum dilimpahkan ke Presiden untuk pemberian izin bagi aparat penegak hukum.
Klausul itu menjadi kesepakatan antara pemerintah dan DPR dalam revisi UU MD3 terkait Pasal 245.
Padahal, sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan klausul atas izin MKD, sehingga izin diberikan oleh presiden. Kini DPR mengganti izin MKD dengan frase pertimbangan.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR sekaligus Ketua Panitia Kerja (Panja) revisi UU MD3 Supratman Andi Agtas menjamin pasal tersebut tak akan menghambat proses pemeriksaan anggota DPR oleh penegak hukum. Sebab MKD hanya memberi pertimbangan dan tak wajib digunakan presiden dalam memberi izin.
Dia juga mengatakan, pertimbangan MKD dan izin presiden tidak berlaku bagi anggota DPR yang tertangkap tangan saat melakukan tindak pidana, terlibat tindak pidana khusus, dan pidana dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup.