Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Hukum: Ada Indikasi Presiden Dipaksa Menorpedo UU MD3

Kompas.com - 08/03/2018, 20:11 WIB
Yoga Sukmana,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) Irmanputra Sidin meminta agar majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) memprioritaskan perkara uji materi UU MD3.

Hal itu lantaran perkara UU MD3 mendapatkan perhatian publik secara luas hingga ada upaya untuk mendesak Presiden mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). 

"Ada indikasi ingin memaksa lembaga presiden untuk menorpedo UU yang sudah yang disetujui oleh pemerintah dan DPR," ujarnya dalam sidang perdana uji materi UU MD3 di Gedung MK, Jakarta, Kamis (8/3/2018).

Padahal, kata dia, Perppu dikeluarkan bukan untuk menilai suatu UU, tetapi untuk kepentingan yang memaksa ketika urusan pemerintahan dan terjadi kekosongan hukum.

Baca juga: Jokowi Pertimbangkan Keluarkan Perppu untuk Batalkan Pasal Kontroverial di UU MD3

Namun, Irman menilai tidak ada situasi yang genting bagi pemerintah sehingga perlu mengeluarkan perppu untuk membatalkan UU MD3.

Justru, menurut dia, kegentingan itu ada di masyarakat. Oleh karena itu, gugatan masyarakat di MK merupakan upaya yang bisa digunakan untuk membatalkan UU MD3 tersebut.

"Oleh karenanya, kami memohon prioritas perkara ini bisa diputuskan secepatnya," kata Irman.

FKHK menggugat tiga pasal di dalam UU MD3 yang dinilai tidak sesuai dengan konstitusi.

Pasal tersebut yakni Pasal 73 yang mewajibkan polisi membantu memanggil paksa pihak yang diperiksa DPR tetapi enggan datang.

Baca juga: Hakim MK: Kalau Sampai Batas Waktu UU MD3 Tak Bernomor, Itulah Nasih Buruk

Lalu, Pasal 122 huruf k, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) bisa mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap pihak yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

Ada juga Pasal 245 yang mengatur bahwa pemeriksaan anggota DPR oleh aparat penegak hukum harus dipertimbangkan MKD terlebih dahulu sebelum dilimpahkan ke Presiden untuk pemberian izin.

Majelis hakim MK sendiri memberikan waktu 14 hari kepada para pemohon untuk memperbaiki permohonan gugatan yang mendapatkan beberapa catatan dari hakim.

Salah satu catatan tersebut yakni terkiat dengan pencantuman nomor di UU MD3. Seperti diketahui, UU MD3 belum dinomori lantaran Presiden belum menandatangi UU tersebut.

Kompas TV Partai Solidaritas Indonesia mengajukan uji materi Undang Undang MD3 ke Mahkamah Konstitusi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com