Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Heran, Pemerintah yang Usulkan Imunitas dalam UU MD3 tetapi Mau Dibatalkan

Kompas.com - 07/03/2018, 14:09 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Supratman Andi Agtas merasa lucu dengan pernyataan Presiden Jokowi yang mempertimbangkan untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) terkait Undang-Undang MD3.

Sebab, kata Supratman, Undang-undang MD3 telah dibahas bersama antara DPR dengan pemerintah. Bahkan, dalam proses pembahasan hingga persetujuan di rapat paripurna pemerintah tidak pernah menolak isi semua pasal.

Ia pun menilai komunikasi Jokowi dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly buruk lantaran mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengaku tak mengetahui detail pasal di Undang-undang MD3.

Wakil Ketua Baleg DPR Firman Soebagyo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/1/2018)Kompas.com/Rakhmat Nur Hakim Wakil Ketua Baleg DPR Firman Soebagyo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/1/2018)
"Kan artinya komunikasinya buruk. Ya kan. Antara Presiden dan partai koalisi. Apa kurangnya Presiden? Semua kekuasaan ada. Kemudian ada suatu yang diambil tidak sepngetahuan beliau, ya menurut saya itu lucu ya," kata Supratman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (7/3/2018).

Baca juga : Jokowi Pertimbangkan Keluarkan Perppu untuk Batalkan Pasal Kontroverial di UU MD3

Ia juga merasa aneh bila Presiden mengeluarkan Perppu untuk membatalkan sejumlah pasal Undang-undang MD3 yang dianggap kontroversial seperti Pasal 73 terkait pemanggilan paksa. Sebab, pasal tersebut kata Suprarman, justru diusulkan oleh pemerintah.

Karena itu, ia menilai bisa saja pertimbangan Presiden untuk mengeluarkan Perppu sebagai sebuah pencitraan.

"Ya bisa aja (pencitraan). Bayangkan, menteri hadir ikut membahas. Yang mengusulkan pemerintah menyangkut hak imunitas. untuk penegasannya pengecualiannya pemerintah yang.

"Pemerintahlah untuk menambahkan itu yang kemudian angket hak-hak dari semua warga negara itu justru kami kan awalnya (Pasal 73) hanya mengkhusukan pada pejabat negara dan pemerintah. Pemerintah yang maunya mengganti dengan setiap orang. Itu dari pemerintah," lanjut dia.

Baca juga : Fadli Zon: Lucu, Presiden Tak Mau Teken UU MD3...

"Masa ada pembangkangan pada pembantunya. Itu enggak boleh dilakukan. Nah menurut saya yang paling penting sekarang paling bagus itu ada saluran konstitusional dalam bentuk JR (Judicial Review). Jangan membebani Presiden," lanjut politisi Gerindra itu.

Presiden Joko Widodo mempertimbangkan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk membatalkan pasal-pasal kontroversial dalam Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (MD3).

"Saya sudah perintahkan untuk mengkaji apakah tandatangan atau tidak tandatangan, ataukah dengan Perppu," ujar Jokowi di sela kunjungan kerjanya di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (6/3/2018).

Kompas TV UU MD3 yang belum ditanda tangani oleh Presiden Joko Widodo berdampak pada rencana pelantikan pimpinan DPR yang baru dari PDI Perjuangan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

Nasional
Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Nasional
Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Nasional
Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Nasional
Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Nasional
Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Nasional
Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

Nasional
Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

Nasional
Selain 2 Oknum Lion Air,  Eks Pegawai Avsec Kualanamu Terlibat Penyelundupan Narkoba Medan-Jakarta

Selain 2 Oknum Lion Air, Eks Pegawai Avsec Kualanamu Terlibat Penyelundupan Narkoba Medan-Jakarta

Nasional
Dirut Jasa Raharja: Efektivitas Keselamatan dan Penanganan Kecelakaan Mudik 2024 Meningkat, Jumlah Santunan Laka Lantas Menurun

Dirut Jasa Raharja: Efektivitas Keselamatan dan Penanganan Kecelakaan Mudik 2024 Meningkat, Jumlah Santunan Laka Lantas Menurun

Nasional
Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com