JAKARTA, KOMPAS.com - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mengungkap modus-modus tindak pidana korupsi kepala daerah yang maju dalam pilkada.
Pilkada Serentak 2018 diikuti 574 pasang calon kepala daerah yang tersebar di 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kota/kabupaten.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 39 persen merupakan pejabat di eksekutif dan legislatif dan sebanyak 19 persen lagi merupakan kepala daerah (gubernur, bupati, wali kota atau wakilnya).
Sekretaris Jenderal FITRA Yenny Sucipto menjelaskan, ada empat modus korupsi yang biasa dilakukan kepala daerah yang hendak maju kembali dalam pilkada:
1. Memanfaatkan dana bansos
Satu atau dua tahun menjelang pilkada, FITRA menemukan pola pendanaan yang sama untuk belanja hibah/bantuan sosial (bansos).
Dana hibah dan bansos merupakan diskresi kepala daerah sehingga sang kepala daerah bisa dengan leluasa mengucurkan dana segar kepada kelompok masyarakat tertentu demi kepentingan Pilkada.
"Ini alat mobilisasi yang ampuh bagi masyarakat, mengarahkan (anggaran) kepada lembaga-lembaga tertentu atau kepada perseorangan sesuai kehendak kepala daerah. Karena ini adalah diskresinya kepala daerah," ujar Yenny dalam konferensi pers di kawasan Cikini, Rabu (21/2/2018).
Bahkan, terkadang ditemukan fakta bahwa lembaga atau perseorangan itu adalah fiktif.
Pada tahun 2017, FITRA menemukan 9 daerah yang meningkatkan belanja hibah dan bansos. Rata-rata peningkatan anggaran tersebut mencapai 35,4 persen.
2. Memanfaatkan silpa
Silpa atau sisa lebih penggunaan anggaran adalah selisih antara surplus/defisit anggaran dengan pembiayaan bersih.
Modusnya, kepala daerah mendepositokan atau menginvestasikan silpa suatu mata anggaran. Hasil keuntungan perputaran uang silpa tersebut otomatis tidak masuk kembali ke kas daerah, melainkan masuk ke kantong kepala daerah.
"Kasus seperti ini bisa kita lihat dari kasus Kepala Daerah Situbondo tahun 2007 lalu. Uang silpa di kas daerah yang disimpan di bank sebesar Rp 43,7 miliar hilang. Ternyata uang itu dimasukan deposito dan diinvestasikan," ujar Yenny.
3. Suntikan dana ke BUMD