Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Belum Terima Surat Resmi dari Ombudsman soal Pemeriksaan Novel Baswedan

Kompas.com - 21/02/2018, 21:28 WIB
Robertus Belarminus,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.comOmbudsman berencana memanggil Novel Baswedan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam rangka evaluasi kerja Polri pada penanganan kasus penyerangan Novel.

Menanggapi hal tersebut, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, KPK belum mendapat surat dari lembaga yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik tersebut.

"Saya tidak tahu apakah itu Ombudsman secara kelembagaan atau tidak karena kami belum menerima suratnya sampai dengan saat ini," kata Febri di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (21/2/2018).

Sebelumnya, rencana pemanggilan Novel dan KPK disampaikan komisioner Ombudsman Adrianus Meliala. Pemanggilan tersebut dalam rangka evaluasi kerja polisi terhadap penyidikan kasus Novel. Ombudsman akan bertanya kepada polisi sejauh mana mereka mengusut kasus Novel.

Baca juga: 10 Bulan Kasus Novel Mandek, Pelakunya Dianggap Luar Biasa Canggih

"Dengan fokus yang baru ini, kami akan bertanya kepada Novel, kami akan juga undang KPK dan penasihat hukum Novel," kata Adrianus di gedung Ombudsman, Jakarta, Rabu (21/2/2018).

Undangan untuk Novel atau KPK ini juga untuk menindaklanjuti isu bahwa Polri tidak serius mengusut kasus Novel. Termasuk isu bahwa Novel tidak kooperatif untuk diperiksa polisi.

"Kita akan buka suatu kegiatan baru yang bersifat inisiatif, yakni evaluasi Polri dalam rangka sejauh mana mereka serius. Di mana dalam rangka itu, kami merasa perlu mengevaluasi semua," ujar Adrianus.

Pemanggilan terhadap Novel, lanjut Adrianus, akan dilakukan sesegera mungkin. Dia menyebut, ada keanehan dalam penanganan kasus Novel.

Novel sebagai korban, menurut dia, harusnya pihak yang menjadi sumber informasi untuk menguak kasus yang 10 bulan belum terpecahkan itu.

Baca juga: Kamis, Novel Baswedan Kembali ke Tanah Air

Namun, dia melihat sebaliknya. Dia melihat ada pihak yang menjaga agar Novel tidak memberikan keterangannya kepada polisi terkait kasus penyerangan itu.

"Padahal, dari pihak penyidik menganggap belum cukup keterangannya. Lalu, sesuai hukum acara enggak salah berkali-kali minta keterangan kepada Novel," ujar Adrianus.

Adrianus mengatakan, polisi tidak mungkin menanyakan ke Novel lagi soal apa yang terjadi pada saat kejadian, melainkan akan menanyakan yang terkait tugas dan pekerjaannya sebagai penyidik di KPK.

"Bukankah itu yang dipertanyakan orang bahwa penyerangan itu bukan bersifat pribadi, tetapi terkait tugasnya, Polri bantu itu. Siapa sih orang yang mungkin tengah disidik Novel, lalu melawan, lalu mencelakakan dirinya," ujar Adrianus.

Urusan penyelidikan di tempat kejadian perkara, menurut pendapat Adrianus, sudah selesi dilakukan polisi dengan memeriksa 68 orang saksi, melakukan pengecekan digital dan lain-lain. Yang diperlukan sekarang, kata dia, pendekatan penyelidikan dari luar ke dalam.

"Untuk pendekatan luar ke dalam itu Polri perlu alat bantu, perlu petunjuk, petunjuknya adalah tadi, kalau penyerangan dikaitkan dengan pekerjaannya, itulah yang disebut dari hal yang luar, yang bisa ngarah ke pelakunya," ujar Adrianus.

Kompas TV Kabar kepulangan penyidik senior KPK, Novel Baswedan setelah menjalani operasi mata di Singapura ditanggapi Presiden Joko Widodo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com