Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gugat UU MD3, Kepercayaan Tetap Bersandar kepada MK

Kompas.com - 21/02/2018, 15:12 WIB
Yoga Sukmana,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pesimisme kepada Mahkamah Konstitusi (MK) menyeruak seiring rencana koalisi masyarakat sipil menggugat Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau UU MD3.

Sebab, Ketua MK Arief Hidayat banyak dilaporkan atas pelanggaran etik. Salah satu dugaan pelanggaran etik itu terkait pertemuan dengan sejumlah anggota DPR yang dinilai sebagai lobi politik.

Namun, ahli hukum Surya Tjandra menilai, publik harus tetap menaruh harapan ke MK, karena hanya melalui MK beberapa pasal kontroversial dalam UU MD3 bisa digugurkan.

"Bagi saya kalau kita enggak pakai MK, pakai apa lagi?" ujar Surya, saat ditemui di Universitas Atma Jaya, Jakarta, Rabu (21/2/2018).

(Baca juga: Jokowi Diminta Sikapi soal Desakan Arief Mundur sebagai Hakim MK)

Dosen Hukum Universitas Atma Jaya itu mengatakan, hakim-hakim MK tetap menunjukkan kualitasnya dalam beberapa kasus yang ditangani. Atas dasar itu, ia menilai tidak perlu ada generalisasi atas yang dilakukan Arief Hidayat, dengan hakim konstitusi lain.

Sementara itu, opsi lain dengan menggugurkan UU MD3 melalui peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) dinilai sangat kecil. Ini dikarenakan perppu akan dikembalikan kepada proses politik di DPR.

"Kalau dengan proses politik, sulit. Kan DPR berangkat dari ketakutan dari masyarakat. Itu enggak bisa hanya dengan politik, harus pakai hukum," kata dia.

(Baca juga: Presiden Enggan Teken UU MD3, DPR Minta Pemerintah Tidak "Ngambek")

Setidaknya, ada tiga pasal dalam UU MD3 yang mendapat penolakan dari publik karena dianggap memberi kekuasaan berlebih ke DPR.

Dalam Pasal 73, polisi diwajibkan membantu memanggil paksa pihak yang diperiksa DPR namun enggan datang.

Lalu, Pasal 122 huruf k, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) bisa mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap pihak yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

Ada juga Pasal 245 yang mengatur bahwa pemeriksaan anggota DPR oleh aparat penegak hukum harus dipertimbangkan MKD terlebih dahulu sebelum dilimpahkan ke Presiden untuk pemberian izin.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly sebelumnya mengaku baru melaporkan UU MD3 ke Jokowi pada Selasa kemarin, setelah UU itu disahkan dan mendapat penolakan publik.

Menurut Yasonna, Presiden menaruh perhatian terhadap sejumlah pasal dalam UU MD3 yang mendapat kritik masyarakat. Bahkan, Yasonna menyebut Presiden kemungkinan tak akan menandatangani UU MD3.

Akan tetapi, pemerintah menyatakan bahwa Presiden tidak akan mengeluarkan perppu.

(Baca juga: Pemerintah Protes UU MD3, tetapi Enggan Keluarkan Perppu)

Kompas TV Presiden Joko Widodo memanggil Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk meminta penjelasan mengenai undang-undang MD3 yang telah disahkan oleh DPR.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Nasional
Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com