JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR Agus Hermanto mengatakan, DPR mempersilakan jika pemerintah tidak ingin meneken Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Agus mengatakan, pemerintah berhak menolak meneken meski undang-undang tersebut sudah disahkan. Lagipula, kata Agus, tanpa diteken, Undang-Undang MD3 akan berlaku dengan sendirinya setelah 30 hari disahkan DPR.
"Memang aturannya dalam jangka waktu tertentu apabila Presiden tidak menandatangani, dianggap tidak menolak sehingga tetap masih bisa dilaksankan," kata Agus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (31/1/2018).
Karena itu, kata Agus, Undang-Undang MD3 lengkap dengan semua pasalnya bisa diterapkan tanpa tanda tangan Presiden Joko Widodo.
(Baca juga: Yasonna Sebut Jokowi Mungkin Tidak Akan Tandatangani UU MD3)
Ia mengatakan, nantinya semua pihak yang tidak setuju dengan Undang-Undang MD3 bisa menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) setelah dinomori.
"Sehingga tentunya rasanya program DPR (Undang-Undang MD3) tetap bisa jalan. Dan tentu kami sesuaikan dengan perkembangan yang terakhir. Misalnya judicial review dan sebagainya," ujar politisi Partai Demokrat itu.
Meski setengah hati atas disahkannya Undang-Undang MD3, Presiden tak akan membatalkannya dengan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) atau menginisiasi revisi terbatas atas undang-undang tersebut.
"Tidak ada perppu ya, tidak ada (revisi terbatas)," ujar Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly saat dijumpai di Kompleks Istana Presiden Jakarta, Selasa (20/2/2018).
Pemerintah, lanjut Yasonna, memilih untuk mendorong kelompok masyarakat sipil mengajukan judicial review UU MD3 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Saya persilakan teman-teman menggugat ke MK, tapi setelah jadi UU. Jangan digugatnya sebelum jadi UU, nanti batal. Daripada kita capek-capek berdebat, lebih baik gugat saja ke MK," ujar Yasonna