Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

CRCS: Penafsiran atas Ajaran Agama Bukan Penyimpangan atau Penodaan

Kompas.com - 20/02/2018, 13:55 WIB
Kristian Erdianto,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS) Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Abidin Bagir, meminta Mahkamah Konstitusi memberikan tafsir konstitusional bersyarat terhadap Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1/PNPS tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.

Pasal itu menyebutkan, "Setiap  orang dilarang  dengan  sengaja  di  muka umum menceritakan, menganjurkan dan  mengusahakan  dukungan  umum, untuk  melakukan penafsiran  tentang sesuatu  agama  yang  dianut  di Indonesia  atau  melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari pokok-pokok ajaran agama itu".

Menurut Zainal, frasa "melakukan penafsiran agama" dalam pasal tersebut berpotensi menimbulkan pelanggaran hak-hak warga negara atau kelompok tertentu terkait hak kebebasan beragama dan berkeyakinan, hak sipil, politik dan ekonomi.

Contoh pelanggaran yang terjadi saat ini setidaknya dialami oleh warga Ahmadiyah dan Syiah.

"MK dapat memberikan penafsiran beryarat atas konstitusionalitas Undang-Undang Penodaan Agama karena secara substansi undang-undang tersebut belum sempurna dan dapat diperbaiki," ujar Zainal saat memberikan keterangan ahli dalam sidang uji materi di MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/2/2017).

(Baca juga: Pasal Penodaan Agama di RKUHP Diperluas)

Zainal menjelaskan, perbedaan penafsiran tentang suatu agama sering dipahami sebagai penyimpangan atas ajaran-ajaran agama dari kelompok dominan atau arus utama.

Sementara, kelompok dominan setiap agama itu berbeda-beda tergantung dari tempat dan bangsa yang mendiaminya.

Ia juga menegaskan bahwa perbedaan penafsiran atas suatu agama bukan merupakan bentuk penyimpangan atau penodaan agama.

Sebab, kata Zainal, sejarah agama-agama adalah sejarah perbedaan tafsir. Seluruh agama tanpa terkecuali dalam sejarahnya pasti memiliki perbedaan tafsir.

"Sehingga nyaris mustahil menemukan pandangan yang obyektif tentang pokok-pokok agama yang benar. Saya bilang obyektif maksudnya yang tidak terpengaruh dari satu sudut pandang aliran tertentu," ucapnya.

(Baca juga: Di Sidang Uji Materi Penodaan Agama, Warga JAI Cerita soal Tindakan Diskriminatif)

Oleh sebab itu, Zainal memandang MK perlu memberikan batasan atas frasa "penafsiran  tentang sesuatu  agama" agar pasal tersebut tidak melanggar hak-hak konstitusional warga negara.

Ruang tafsir itu dalam pasal tersebut perlu dibatasi sebagai dasar pengambilan kebijakan negara atas UU Penodaan Agama.

"Jadi kita tidak masuk ke pembatasan ruang teologis yang selalu ada perbedaan, tapi ruang tafsir negara. Tujuannya agar keputusan apa pun yang diambil atas undang-undang ini tidak bertentangan dengan konstitusi, termasuk hak sipil politik dan ekonomi kelompok kelompok yang terdampak," kata Zainal.

"Maka perlu pagar-pagar konstitusional sejauh mana penafsiran itu bisa dilakukan. Menurut saya di sinilah yang diharapkan dari MK untuk memberikan pagar konstitusionalitas itu," tuturnya.

Kompas TV Komnas HAM meminta pemerintah memberi wadah kepada jemaah Ahmadiyah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com