JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III Taufiqulhadi mengungkapkan bahwa pasal penodaan agama diperluas dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Menurut Taufiqulhadi, perluasan pasal penodaan agama bertujuan untuk menciptaka ketertiban sosial di masyarakat.
"Filosofinya, itu kami buat dalam konteks social order. Di Indonesia yang paling sensitif adalah persoalan agama," ujar Taufiqulhadi saat dihubungi Selasa (30/1/2018).
"Jadi tidak bisa orang menghina agama sesukanya. Tidak sadar bahwa telah menghina agama dan itu akan menimbulkan chaos di dalam masyarakat, ketidaktertiban. Dan itu bertabrakan dengan filosofi kita dalam upaya melakukan ketertiban sosial," tuturnya.
Politisi dari Partai Nasdem itu menuturkan, dalam KUHP yang lama tidak mengatur secara detil soal pasal tindak pidana terhadap agama dan kehidupan beragama.
Baca juga : Penetapan Presiden 1965 soal Penodaan Agama Kerap Ditafsirkan Diskriminatif
Menurutnya, KUHP yang merupakan warisan dari produk hukum Belanda itu memang tidak mementingakan persoalan sensitivitas agama.
"Itu diperluas, karena kita hidup di Indonesia dan bikin UU sekarang ini adalah UU dalam konteks bangsa yang telah merdeka dan semua yang beragama. Dulu UU produk kolonial enggak peduli dengan persoalan sensitivitas agama," tuturnya.
Ia pun berharap dengan diperluasnya pasal penodaan agama akan meredam kerusuhan atau konflik berbasis agama di masyarakat.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa RKUHP tersebut masih menjadi pembahasan antara penerintah dan DPR sebelum disahkan dalam rapat paripurna 14 Februari 2018 mendatang.
"Ini kan belum putus. Tapi di dalam konteks kita, kita akan memperluas. Jd maksud saya jangan sampai orang menghina agama apapun. Harus dihormati," kata Taufiqulhadi.
Baca juga : Pemerintah Nilai UU Penodaan Agama Masih Diperlukan, Ini Alasannya
Dalam draf RKUHP hasil rapat antara pemerintah dan DPR per 10 Januari 2018, pasal penodaan agama diatur dalam Bab VII mengenai Tindak Pidana Terhadap Agama dan Kehidupan Beragama yang memuat enam pasal.
Sementara dalam KUHP lama penodaan agama hanya diatur dalan satu pasal, yakni pasal 156 huruf a.
Pasal 349 RKUHP menyatakan seseorang yang menyerbarluaskan penghinaan terhadap agama melalui sarana teknologi informasi diancam pidana penjara paling lama lima tahun.
Pasal 351 mengatur setiap orang yang mengganggu, merintangi atau dengan melawan hukum membubarkan dengan cara kekerasan atau ancaman terhadap orang yang sedang menjalankan ibadah, upacara keagamaan atau pertemuan keagamaan, dipidana penjara paling lama tiga tahun.
Sementara, dalam pasal 353 menegaskan setiap orang yang menodai, merusak atau membakar bangunan tempat ibadah diancam pidana penjara paling lama lima tahun.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.