Ini termasuk mengenai informasi yang disampaikan oleh pihak keluarga terkait tidak adanya surat pemberitahuan penangkapan dan penahanan terhadap Jefri.
"Penting juga untuk mendalami prosedur administrasi otopsi yang dilakukan oleh pihak kepolisian, yang mana prosedur otopsi tersebut harus seizin dari pihak keluarga," kata Yati.
(Baca juga: Pemuda Muhammadiyah: Kematian Terduga Teroris di Indramayu Jangan Seperti Kasus Siyono)
Terakhir, Komisi III DPR RI dan Panitia Kerja (Panja) RUU Pemberantasan DPR diminta memanggil Polri untuk dimintai penjelasan dan pertanggungjawaban lebih jauh atas kasus ini.
Yati mengatakan, DPR harus memastikan aturan RUU Pemberantasan Terorisme yang tengah dibahas dapat memberikan rumusan yang dapat menjamin pencegahan dan akuntabilitas peristiwa serupa.
Yati menegaskan bahwa pentingnya pemberantasan tindak pidana terorisme tak lantas mengabaikan aspek hak asasi manusia.
Menurut dia, sebaiknya Divisi Profesi dan Pengamanan Polri jangan terburu-buru menyimpulkan bahwa tidak ada pelanggaran prosedur oleh anggota Densus 88 sebelum dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh.
"Termasuk kemungkinan otopsi ulang untuk memastikan pemeriksaan yang independen dan akuntabel dalam kasus ini," kata Yati.
Kasus serupa pernah terjadi terhadap Siyono, terduga teroris yang ditangkap di Klaten yang meninggal dalam perjalanan.
Siyono tewas setelah disebut bergulat dengan dua petugas yang membawanya di dalam mobil hingga tubuhnya terbentur di bagian rawan dan meninggal dunia.
Dua orang anggota Densus 88 hanya diberikan sanksi etik, yakni sanksi hukuman demosi tidak percaya dan diwajibkan untuk meminta maaf kepada atasannya. Meski kemudian keduanya mengajukan banding.
"Kami khawatir cara-cara penanganan terorisme yang kontroversial, tidak transparan, dan tidak memperhatikan parameter HAM dan aturan hukum yang ada justru akan memicu, menyuburkan atau membuat rantai ekspresi atau tindakan terorisme lainnya," kata Yati.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.